Imam Abu Ja'far ibnu Jarir rahimahullah
mengatakan bahwa takwil yang lebih utama bagi ayat berikut, yakni: Tunjukilah
kami jalan yang lurus. (Al-Fatihah: 6) ialah "berilah kami taufik
keteguhan dalam mengerjakan semua yang Engkau ridai dan semua ucapan serta
perbuatan yang telah dilakukan oleh orang-orang yang telah Engkau berikan
nikmat taufik di antara hamba-hamba-Mu", yang demikian itu adalah siratal
mustaqim (jalan yang lurus). Dikatakan demikian karena orang yang telah diberi
taufik untuk mengerjakan semua perbuatan yang pernah dilakukan oleh orang-orang
yang telah mendapat nikmat taufik dari Allah di antara hamba-hamba-Nya —yakni
dari kalangan para nabi, para siddiqin,
para syuhada, dan orang-orang yang saleh— berarti dia telah mendapat taufik
dalam Islam, berpegang teguh kepada Kitabullah, mengerjakan semua yang
diperintahkan oleh Allah, dan menjauhi larangan-larangan-Nya serta mengikuti
jejak Nabi Saw. dan empat khalifah sesudahnya serta jejak setiap hamba yang
saleh. Semua itu termasuk ke dalam pengertian siratal mustaqim (jalan yang
lurus).
Apabila dikatakan kepadamu, "Mengapa seorang
mukmin dituntut untuk memohon hidayah dalam setiap salat dan juga dalam keadaan
lainnya, padahal dia sendiri berpredikat sebagai orang yang beroleh hidayah?
Apakah hal ini termasuk ke dalam pengertian meraih apa yang sudah teraih?"
Sebagai jawabannya dapat dikatakan,
"Tidak." Seandainya seorang hamba tidak memerlukan minta petunjuk di
siang dan malam harinya, niscaya Allah tidak akan membimbingnya ke arah itu.
Karena sesungguhnya seorang hamba itu
selalu memerlukan Allah Swt. Dalam setiap keadaanya. agar dimantapkan hatinya
pada hidayah dan dipertajam pandangannya untuk menemukan hidayah, serta
hidayahnya bertambah meningkat dan terus-menerus berada dalam jalan hidayah.
Sesungguhnya seorang hamba tidak dapat membawa manfaat buat dirinya sendiri dan
tidak dapat menolak mudarat terhadap dirinya kecuali sebatas apa yang
dikehendaki oleh Allah Swt. Maka Allah memberinya petunjuk agar dia minta
kepada-Nya setiap waktu. semoga Dia memberinya pertolongan dan keteguhan hati
serta taufik. Orang yang berbahagia adalah orang yang beroleh taufik Allah
hingga dirinya terdorong memohon kepada-Nya, karena sesungguhnya Allah Swt. telah
menjamin akan memperkenankan doa orang yang meminta kepada-Nya. Terlebih lagi
bagi orang yang dalam keadaan terdesak lagi sangat memerlukan pertolongan di
setiap waktunya, baik di tengah malam ataupun di pagi dan petang harinya.
Allah Swt. telah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلى
رَسُولِهِ وَالْكِتابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ
Wahai orang-orangyang beriman, tetaplah
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada
Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. (An-Nisa: 136)
Allah
memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk beriman. Hal seperti ini
bukan termasuk ke dalam pengertian meraih apa yang telah teraih, melainkan
makna yang dimaksud ialah "perintah untuk lebih meneguhkan iman dan
terus-menerus melakukan semua amal perbuatan yang melestarikan keimanan".
Allah Swt. telah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk
mengucapkan doa berikut yang termaktub di dalam firman-Nya:
رَبَّنا لا تُزِغْ
قُلُوبَنا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنا وَهَبْ لَنا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ
أَنْتَ الْوَهَّابُ
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati
kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau memberi petunjuk kepada kami, dan
karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya
Engkaulah Maha Pemberi (karunia). (Ali Imran: 8)
Berdasarkan kesimpulan ini dapat dikatakan bahwa
makna firman-Nya: Tunjukilah kami ke jalan yang lurus. (Al-Fatihah: 6)
ialah "tetapkanlah kami pada jalan yang lurus dan janganlah Engkau
simpangkan kami ke jalan yang lain".
{صِرَاطَ الَّذِينَ
أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ (7) }
(yaitu) jalan
orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan)
mereka yang dimurkai dan bukan pula (jalan) mereka yang sesat.
Dalam hadis yang lalu disebutkan apabila
seseorang hamba mengucapkan.”Tunjukilah kami ke jalan yang lurus ...."
sampai akhir surat. maka Allah Swt. berfirman: Ini untuk Hamba-Ku dan bagi
hamba-Ku apa yang dia minta
Firman Allah swt yang mengatakan: Yaitu jalan
orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka.
(Al-Fatihah: 7) berkedudukan menafsirkan makna siratal mustaqim. Menurut
kalangan ahli nahwu menjadi badal. dan boleh dianggap sebagai 'ataf bayan.
Orang-orang yang memperoleh anugerah nikmat dari
Allah Swt. adalah mereka yang disebutkan di dalam surat An-Nisa melalui
firman-Nya:
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ
وَالرَّسُولَ فَأُولئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ
النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَداءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولئِكَ
رَفِيقاً. ذلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللَّهِ وَكَفى بِاللَّهِ عَلِيماً
Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan
Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi
nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, para siddiqin, para syuhada, dan
orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Yang demikian
itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui. (An-Nisa: 69-70)
Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna
firman Allah Swt., "(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau
anugerahkan nikmat kepada mereka" (Al-Fatihah: 7) ialah orang-orang yang
telah Engkau berikan nikmat kepada mereka berupa ketaatan kepada-Mu dan
beribadah kepada-Mu; mereka adalah para malaikat-Mu, para nabi-Mu, para
siddiqin, para syuhada, dan orang-orang saleh. Perihalnya sama dengan makna
yang terkandung di dalam firman lainnya, yaitu: Dan barang siapa yang taat
kepada Allah dan Rasul-Nya, mere-ka itu bersama-sama dengan orang-orang yang
dianugerahi nikmat oleh Allah, hingga akhir ayat. (An-Nisa: 69)
Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi'
ibnu Anas sehubungan dengan makna firman-Nya, "(yaitu) jalan
orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka"
(Al-Fatihah: 7). Makna yang dimaksud adalah "para nabi".
Ibnu Juraij meriwayatkan pula dari Ibnu Abbas
r.a., bahwa yang dimaksud dengan "mereka" adalah orang-orang beriman;
hal yang sama dikatakan pula oleh Mujahid. Sedangkan menurut Waki'. mereka
adalah orang-orang muslim.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan,
mereka adalah Nabi Saw. dan orang-orang yang mengikutinya. Tafsir yang
dikemukakan oleh Ibnu Abbas tadi mempunyai pengertian yang lebih mencakup dan
lebih luas.(Tafsir Ibn Katsir)