{اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ}
Tunjukilah kami jalan yang lurus.
(Al-Fatihah: 6)
Para ahli tafsir dari kalangan ulama Salaf dan
ulama Khalaf berbeda dalam menafsirkan lafaz sirat ini, sekalipun pada garis besarnya mempunyai makna
yang sama, yaitu mengikuti perintah
Allah dan Rasul-Nya".
Telah diriwayatkan bahwa yang dimaksud dengan sirat ialah Kitabullah alias Al-Qur'an.
قَالَ
ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَرَفَةَ، حَدَّثَنِي يَحْيَى
بْنُ يَمَانٍ، عَنْ حَمْزَةَ الزَّيَّاتِ، عَنْ سَعْدٍ، وَهُوَ أَبُو الْمُخْتَارِ
الطَّائِيُّ، عَنِ ابْنِ أَخِي الْحَارِثِ الْأَعْوَرِ، عَنِ الْحَارِثِ
الْأَعْوَرِ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الصِّرَاطُ
الْمُسْتَقِيمُ كِتَابُ اللَّهِ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Al-Hasan ibnu Arafah, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Yaman,
dari Hamzah Az-Zayyat, dari Sa'id (yaitu Ibnul Mukhtar At-Ta'i), dari anak
saudaraku Al-Haris Al-A'war, dari Al-Haris Al-A'war sendiri, dari Ali ibnu Abu
Talib r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Siratal
Mustaqim adalah Kitabullah.
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir
melalui hadis Hamzah ibnu Habib Az-Zayyat.
Dalam pembahasan yang lalu —yaitu dalam masalah
keutamaan Al-Qur'an— telah disebutkan melalui riwayat Imam Ahmad dan Imam
Turmuzi melalui riwayat Al-Haris Al-A'war, dari Ali r.a. secara marfu’,
"وَهُوَ حَبْلُ اللَّهِ الْمَتِينُ، وَهُوَ الذِّكْرُ
الْحَكِيمُ، وَهُوَ الصِّرَاطُ المستقيم"
bahwa Al-Qur'an merupakan tali Allah yang
kuat: dia adalah bacaan yang penuh hikmah. juga jalan yang lurus.
Menurut pendapat lain, siratal mustaqim adalah al-islam
(agama Islam). Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan
bahwa Malaikat Jibril pernah berkata kepada Nabi Muhammad Saw., "Hai
Muhammad, katakanlah. 'Tunjukilah kami jalan yang lurus'." Makna yang
dimaksud ialah "berilah kami ilham jalan petunjuk, yaitu agama Allah yang
tiada kebengkokan di dalamnya".
Maimun ibnu Mihran meriwayatkan dari Ibnu Abbas
r.a. sehubungan dengan firman-Nya: Tunjukilah kami jalan yang lurus.
(Al-Fatihah: 6) Bahwa makna yang dimaksud dengan "jalan yang lurus"
itu adalah "agama Islam".
Dalam hadis berikut yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad di dalam kitab Musnad-nya disebutkan:
حَدَّثَنَا
الْحَسَنُ بْنُ سَوَّارٍ أَبُو الْعَلَاءِ، حَدَّثَنَا لَيْثٌ يَعْنِي ابْنَ
سَعْدٍ، عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ صَالِحٍ: أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ جُبَيْرِ
بْنِ نُفَيْرٍ، حَدَّثَهُ عَنْ أَبِيهِ، عَنِ النَّوَّاسِ بْنِ سَمْعَانَ، عَنْ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "ضَرَبَ اللَّهُ
مَثَلًا صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا، وَعَلَى جَنْبَتَيِ الصِّرَاطِ سُورَانِ فِيهِمَا
أَبْوَابٌ مُفَتَّحَةٌ، وَعَلَى الْأَبْوَابِ سُتُورٌ مُرْخَاةٌ، وَعَلَى بَابِ
الصِّرَاطِ دَاعٍ يَقُولُ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ، ادْخُلُوا الصِّرَاطَ جَمِيعًا
وَلَا تُعَوِّجُوا، وَدَاعٍ يَدْعُو مِنْ فَوْقِ الصِّرَاطِ، فَإِذَا أَرَادَ
الْإِنْسَانُ أَنْ يَفْتَحَ شَيْئًا مِنْ تِلْكَ الْأَبْوَابِ، قَالَ: وَيْحَكَ،
لَا تَفْتَحْهُ؛ فَإِنَّكَ إِنْ تَفْتَحْهُ تَلِجْهُ. فَالصِّرَاطُ الْإِسْلَامُ،
وَالسُّورَانِ حُدُودُ اللَّهِ، وَالْأَبْوَابُ الْمُفَتَّحَةُ مَحَارِمُ اللَّهِ،
وَذَلِكَ الدَّاعِي عَلَى رَأْسِ الصِّرَاطِ كِتَابُ اللَّهِ، وَالدَّاعِي مِنْ
فَوْقِ الصِّرَاطِ وَاعِظُ اللَّهِ فِي قَلْبِ كُلِّ مُسْلِمٍ"
telah meriwayatkan kepada kami Al-Hasan ibnu
Siwar Abul Ala, telah menceritakan kepada kami Lais (yakni Ibnu Sa'id), dari
Mu'awiyah ibnu Saleh, bahwa Abdur Rahman ibnu Jabir ibnu Nafir menceritakan
hadis berikut dari ayahnya, dari An-Nawwas ibnu Sam'an, dari Rasulullah Saw.
yang telah bersabda: Allah membuat suatu perumpamaan, yaitu sebuah jembatan
yang lurus; pada kedua sisinya terdapat dua tembok yang mempunyai pintu-pintu
terbuka, tetapi pada pintu-pintu tersebut terdapat tirai yang menutupinya.
sedangkan pada pintu masuk ke jembatan itu terdapat seorang penyeru yang
menyerukan, "Hai manusia, masuklah kalian semua ke jembatan ini dan
janganlah kalian menyimpang darinya." Dan di atas jembatan terdapat pula
seorang juru penyeru; apabila ada seseorang hendak membuka salah satu dari pintu-pintu
(yang berada pada kedua sisi jembatan) itu, maka juru penyeru berkata,
"Celakalah kamu, janganlah kamu buka pintu itu, karena sesungguhnya jika
kamu buka niscaya kamu masuk ke dalamnya." Jembatan itu adalah agama Islam, kedua tembok adalah batasan-batasan (hukuman-hukuman had) Allah,
pintu-pintu yang terbuka itu
adalah hal-hal yang diharamkan oleh Allah, sedangkan juru penyeru yang berada di depan pintu jembatan adalah
Kitabullah, dan juru penyeru yang
berada di atas jembatan itu adalah nasihat Allah yang berada dalam kalbu
setiap orang muslim.
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu
Hatim dan Ibnu Jarir melalui hadis Lais ibnu Sa'd dengan lafaz yang sama. Imam
Turmuzi dan Imam Nasai meriwayatkan pula hadis ini melalui Ali ibnu Hujr, dari
Baqiyyah, dari Bujair ibnu Sa'd ibnu Khalid ibnu Ma'dan, dari Jubair ibnu
Nafir, dari An-Nawwas ibnu Sam'an dengan lafaz yang sama. Sanad hadis ini hasan sahih.
Mujahid mengatakan bahwa makna ayat,
"Tunjukilah kami kepada jalan yang lurus," adalah perkara yang hak. Makna ini
lebih mencakup semuanya dan tidak ada pertentangan antara pendapat ini de-ngan
pendapat-pendapat lain yang sebelumnya.
Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir meriwayatkan
melalui hadis Abun Nadr Hasyim ibnul Qasim, telah menceritakan kepada kami
Hamzah ibnul Mugirah, dari Asim Al-Ahwal, dari Abul Aliyah mengenai makna
"Tunjukilah kami ke jalan yang benar"; bahwa yang dimaksud dengan jalan yang benar adalah Nabi Saw. sendiri
dan kedua sahabat yang menjadi khalifah sesudahnya (yaitu Abu Bakar dan Umar
r.a.). Asim mengatakan, "Lalu kami ceritakan pendapat tersebut kepada
Al-Hasan, maka Al-Hasan berkata, 'Abul Aliyah memang benar dan telah menunaikan
nasihatnya'."
Semua
pendapat di atas adalah benar, satu sama lainnya saling memperkuat, karena
barang siapa mengikuti Nabi Saw. dan kedua sa-abat yang sesudahnya (yaitu Abu
Bakar dan Umar r.a.), berarti dia mengikuti jalan yang hak (benar); dan barang
siapa yang mengikuti jalan yang benar, berarti dia mengikuti jalan Islam.
Barang siapa mengikuti jalan Islam, berarti mengikuti Al-Qur'an, yaitu
Kitabullah atau tali Allah yang kuat atau jalan yang lurus. Semua definisi yang
telah dikemukakan di atas benar, masing-masing membenarkan yang lainnya.
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Mu-hammad ibnu Fadl As-Siqti, telah menceritakan kepada kami
Ibrahim ibnu Mahdi Al-Masisi, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Zakaria
ibnu Abu Zaidah, dari Al-A'masy. dari Abu Wa'il. dari Abdullah yang mengatakan
bahwa siratal mustaqim itu ialah apa
yang ditinggalkan oleh Rasulullah Saw. buat kita semua. (Tafsir Ibn Katsir, sumber image: serbawacana)