{غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا
الضَّالِّينَ}
bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang
sesat. (Al-Fatihah: 7)
Makna ayat "tunjukilah kami kepada jalan
yang lurus" yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau berikan anugerah
nikmat kepada mereka yang telah disebutkan sifat dan ciri khasnya. Mereka
adalah ahli hidayah. istiqamah, dan taat kepada Allah serta Rasul-Nya, dengan
cara mengerjakan semua yang diperintahkan-Nya dan menjauhi semua yang
dilarang-Nya. Bukan jalan orang-orang
yang dimurkai. Mereka adalah
orang-orang yang telah rusak kehendaknya; mereka mengetahui perkara yang hak,
tetapi menyimpang darinya. Bukan pula jalan
orang yang sesat. mereka adalah orang-orang
yang tidak memiliki ilmu agama). akhirnya mereka bergelimang dalam kesesatan.
tanpa mendapatkan hidayah kepada jalan yang hak (benar).
Pembicaraan
dalam ayat ini dikuatkan dengan huruf la untuk menunjukkan bahwa ada dua
jalan yang kedua-duanya rusak, yaitu jalan yang ditempuh oleh orang-orang
Yahudi dan oleh orang-orang Nasrani.
Sebagian dari kalangan ulama nahwu ada yang
menduga bahwa kata gairi dalam ayat ini bermakna istisna (pengecualian).
Berdasarkan takwil ini berarti istisna bersifat munqati', mengingat mereka
dikecualikan dari orang-orang yang beroleh nikmat. dan mereka bukan termasuk ke
dalam golongan orang-orang yang beroleh nikmat. Akan tetapi, apa yang telah
kami ketengahkan di atas adalah pendapat yang lebih baik karena berdasarkan
kepada perkataan seorang penyair, yaitu:
كَأَنَّكَ مِنْ
جِمَالِ بَنِي أُقَيْشٍ ... يُقَعْقِعُ عِنْدَ
رِجْلَيْهِ بِشَنِّ
Seakan-akan
engkau merupakan salah satu dari unta Bani Aqyasy yang mengeluarkan suara dari
kedua kakinya di saat melakukan penyerangan.
Makna yang dimaksud ialah "seakan-akan kamu
mirip dengan salah seekor unta dari temak unta milik Bani Aqyasy". Dalam
kalimat ini mausuf dibuang karena cukup dimengerti dengan menyebutkan sifatnya.
Demikian pula dalam kalimat gairil magdubi 'alaihim, makna yang dimaksud ialah
gairi siratil magdubi 'alaihim (bukan pula jalan orang-orang yang dimurkai).
Dalam kalimat ini cukup hanya dengan menyebut mudafilaih-nya saja, tanpa mudaf
lagi; pengertian ini telah ditunjukkan melalui konteks kalimat sebelumnya,
yaitu firman-Nya:
{اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ *
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ}
Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah
Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka. (Al-Fatihah: 6-7)Kemudian Allah Swt. berfirman:
{غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ}
bukan (jalan) mereka yang dimurkai. (Al-Fatihah: 7)
Demikian pula telah diriwayatkan dari Ubay ibnu
Ka'b, bahwa dia membacanya demikian, tetapi dapat diinterpretasikan bahwa
bacaan tersebut dilakukan oleh keduanya (Umar dan Ubay) dengan maksud
menafsirkannya. Dengan demikian, bacaan ini memperkuat apa yang telah kami
katakan. yaitu bahwa sesungguhnya huruf la
didatangkan hanya untuk menguatkan makna nafi agar tidak ada dugaan yang
menyangka bahwa lafaz ini di-ataf-kan kepada allazina an'amta 'alaihim;
juga untuk membedakan kedua jalan tersebut dengan maksud agar masing terpisah
jauh dari yang lainnya. karena sesungguhnya jalan yang ditempuh oleh ahli iman
mengandung ilmu yang hak dan pengamalannya. Sedangkan -orang-orang Yahudi telah
kehilangan pengamalannya, dan orang-orang Nasrani telah kehilangan ilmunya.
Karena itu dikatakan murka menimpa orang-orang Yahudi dan kesesatan menimpa
orang-orang Nasrani. Orang yang
mengetahui suatu ilmu lalu ia meninggalkannya, yakni tidak mengamalkannya,
berarti ia berhak mendapat murka; lain halnya dengan orang yang tidak mempunyai ilmu.
Orang-orang Nasrani di saat mereka mengarah ke suatu tujuan. tetapi mereka
tidak mendapat petunjuk menuju ke jalannya, mengingat mereka mendatangi sesuatu
bukan dari pintunya, yakni tidak mengikuti perkara yang hak, akhirnya sesatlah
mereka. Orang-orang Yahudi dan Nasrani sesat lagi dimurkai. Hanya, yang dikhususkan mendapat murka
adalah orang-orang Yahudi, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman
Allah Swt.:
مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ
وَغَضِبَ عَلَيْهِ
yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah. (Al-Maidah: 60)
Yang
dikhususkan mendapat predikat sesat adalah orang-orang Nasrani, sebagaimana
yang dinyatakan di dalam firman-Nya:
قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ
وَأَضَلُّوا كَثِيراً وَضَلُّوا عَنْ سَواءِ السَّبِيلِ
mereka telah sesat sebelum (kedatangan
Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka
tersesat dari jalan yang lurus. (Al-Maidah:
77)
Hal yang sama disebutkan pula oleh banyak hadis
dan asar. Pengertian ini tampak jelas dan gamblang dalam riwayat yang
diketengahkan oleh Imam Ahmad.
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، قَالَ: سَمِعْتُ سِماك بْنَ
حَرْبٍ، يَقُولُ: سَمِعْتُ عبَّاد بْنَ حُبَيش، يُحَدِّثُ عَنْ عَدِيِّ بْنِ
حَاتِمٍ، قَالَ: جَاءَتْ خَيْلُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، فَأَخَذُوا عَمَّتِي وَنَاسًا، فَلَمَّا أَتَوْا بِهِمْ إِلَى رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صُفُّوا لَهُ، فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، نَاءَ الْوَافِدُ وَانْقَطَعَ الْوَلَدُ، وَأَنَا عَجُوزٌ كَبِيرَةٌ، مَا
بِي مِنْ خِدْمَةٍ، فمُنّ عَلَيَّ مَنّ اللَّهُ عَلَيْكَ، قَالَ: "مَنْ
وَافِدُكِ؟ " قَالَتْ: عَدِيُّ بْنُ حَاتِمٍ، قَالَ: "الَّذِي فَرَّ
مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ! " قَالَتْ: فمنَّ عَلَيَّ، فَلَمَّا رَجَعَ،
وَرَجُلٌ إِلَى جَنْبِهِ، تَرَى أَنَّهُ عَلِيٌّ، قَالَ: سَلِيهِ حُمْلانا،
فَسَأَلَتْهُ، فَأَمَرَ لَهَا، قَالَ: فَأَتَتْنِي فَقَالَتْ: لَقَدْ فَعَلَ
فَعْلَةً مَا كَانَ أَبُوكَ يَفْعَلُهَا، فَإِنَّهُ قَدْ أَتَاهُ فُلَانٌ
فَأَصَابَ مِنْهُ، وَأَتَاهُ فُلَانٌ فَأَصَابَ مِنْهُ، فَأَتَيْتُهُ فَإِذَا
عِنْدَهُ امْرَأَةٌ وَصِبْيَانٌ أَوْ صَبِيٌّ، وَذَكَرَ قُرْبَهُمْ مِنَ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: فَعَرَفْتُ أَنَّهُ لَيْسَ
بِمُلْكِ كسرى ولا قيصر، فقال: "يَا عَدِيُّ، مَا أَفَرَّكَ أَنْ يُقَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ؟ فَهَلْ مِنْ إِلَهٍ إِلَّا اللَّهُ؟ قَالَ: مَا أَفَرَّكَ أَنْ يُقَالَ:
اللَّهُ أَكْبَرُ، فَهَلْ شَيْءٌ أَكْبَرُ مِنَ اللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ؟ ".
قَالَ: فَأَسْلَمْتُ، فَرَأَيْتُ وَجْهَهُ اسْتَبْشَرَ، وَقَالَ:
"الْمَغْضُوبُ عَلَيْهِمُ الْيَهُودُ، وَإِنَّ الضَّالِّينَ النَّصَارَى"
Dia mengatakan. telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah yang mengatakan
bahwa dia pernah mendengar Sammak ibnu Harb menceritakan hadis berikut, bahwa
dia mendengar Abbad ibnu Hubaisy menceritakannya dari Addi ibnu Hatim. Addi
ibnu Hatim mengatakan, "Pasukan berkuda Rasulullah Saw. tiba, lalu mereka
mengambil bibiku dan sejumlah orang dari kaumku. Ketika pasukan membawa mereka
ke hadapan Rasulullah Saw., mereka berbaris ber-saf di hadapannya, dan berkatalah
bibiku. 'Wahai Rasulullah. pemimpin kami telah jauh. dan aku tak beranak lagi,
sedangkan aku adalah seorang wanita yang telah lanjut usia, tiada suatu pelayan
pun yang dapat kusajikan. Maka bebaskanlah diriku, semoga Allah membalasmu.'
Rasulullah Saw. bertanya, 'Siapakah pemimpinmu?' Bibiku menjawab, 'Addi
ibnu Hatim.' Rasulullah Saw. menjawab, 'Dia orang yang membangkang terhadap
Allah dan Rasul-Nya,' lalu beliau membebaskan bibiku. Ketika Rasulullah
Saw. kembali bersama seorang lelaki di sampingnya lalu lelaki itu berkata
(kepada bibiku), 'Mintalah unta kendaraan kepadanya,' lalu aku meminta unta
kendaraan kepadanya dan ternyata aku diberi." Addi ibnu Hatim melanjutkan
kisahnya, "Setelah itu bibiku datang kepadaku dan berkata, 'Sesungguhnya
aku diperlakukan dengan suatu perlakuan yang tidak pernah dilakukan oleh
ayahmu. Sesungguhnya beliau kedatangan seseorang, lalu orang itu memperoleh
darinya apa yang dimintanya; dan datang lagi kepadanya orang lain, maka orang
itu pun memperoleh darinya apa yang dimintanya'." Addi ibnu Hatim
melanjutkan kisahnya, "Maka aku datang kepada beliau Saw. Ternyata di sisi
beliau terdapat seorang wanita dan banyak anak, lalu disebutkan bahwa mereka
adalah kaum kerabat Nabi Saw. Maka aku kini mengetahui bahwa Nabi Saw. bukanlah
seorang raja seperti kaisar, bukan pula seperti Kisra. Kemudian beliau Saw.
bersabda kepadaku, 'Hai Addi. apakah yang mendorongmu hingga kamu
membangkang tidak mau mengucapkan, Tidak ada Tuhan selain Allah'? Apakah ada
Tuhan selain Allah? Apakah yang mendorongmu membangkang tidak mau mengucapkan,
'Allahu Akbar'? Apakah ada sesuatu yang lebih besar daripada Allah Swt.'?"
Addi ibnu Hatim melanjutkan kisahnya.”Maka aku masuk Islam. dan kulihat
wajah beliau tampak berseri-seri, lalu beliau bersabda,
«إن الْمَغْضُوبُ عَلَيْهِمُ
الْيَهُودُ وَإِنَّ الضَّالِّينَ النَّصَارَى»
'Sesungguhnya orang-orang yang dimurkai itu
adalah orang-orang Yahudi, dan sesungguhnya orang-orang yang sesat itu adalah
orang-orang Nasrani'."
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Turmuzi melalui
Hadis Sammak ibnu Harb, dan ia menilainya hasan garib. Ia mengatakan,
"Kami tidak mengetahui hadis ini kecuali dari Sammak ibnu Harb."
Menurut kami, hadis ini telah diriwayatkan pula
oleh Hammad ibnu Salamah melalui Sammak, dari Murri ibnu Qatri, dari Addi ibnu
Hatim yang menceritakan: Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. mengenai
firman-Nya. 'Bukan jalan orang-orang yang dimurkai," lalu beliau menjawab.
'Mereka adalah orang-orang Yahudi"; dan tentang firman-Nya. -Dan
bukan pula jalan orang-orang yang sesat" beliau menjawab, "Orang-orang
Nasrani adalah orang-orang yang sesat.
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Sufyan ibnu
Uyaynah ibnu Ismail ibnu Abu Khalid, dari Asy-Sya'bi, dari Addi ibnu Hatim
dengan lafaz yang sama. Hadis Addi ini diriwayatkan melalui berbagai jalur
sanad dan mempunyai banyak lafaz (teks), bila dibahas cukup panjang.
قَالَ
عَبْدُ الرَّزَّاقِ: أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عَنْ بُدَيْل العُقَيْلي، أَخْبَرَنِي
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ شَقِيق، أَنَّهُ أَخْبَرَهُ مَنْ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ بِوَادِي القُرَى، وَهُوَ عَلَى فَرَسِهِ، وَسَأَلَهُ
رَجُلٌ مِنْ بَنِي الْقَيْنِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنْ هَؤُلَاءِ؟
قَالَ: " الْمَغْضُوبُ عَلَيْهِمْ -وَأَشَارَ إِلَى
الْيَهُودِ-وَالضَّالُّونَ هُمُ النَّصَارَى"
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Ma'mar, dari Badil Al-Uqaili; telah menceritakan kepadaku Abdullah
ibnu Syaqiq, bahwa ia pernah mendapat berita dari orang yang mendengar
Rasulullah Saw. bersabda ketika beliau berada di Wadil Qura seraya menaiki
kudanya, lalu ada seorang lelaki dari kalangan Bani Qain bertanya,
"Siapakah mereka itu, wahai Rasulullah?" Lalu beliau Saw. bersabda: Mereka
adalah orang-orang yang dimurkai, seraya menunjukkan isyaratnya kepada
orang-orang Yahudi; dan orang-orang yang sesat adalah orang-orang Nasrani.
Al-Jariri, Urwah, dan Khalid meriwayatkannya pula
melalui Abdullah ibnu Syaqiq, tetapi mereka me-mursal-kannya dan tidak
menyebutkan orang yang mendengar dari Nabi Saw. Di dalam riwayat Urwah disebut
nama Abdullah ibnu Amr.
Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui hadis Ibrahim
ibnu Tahman, dari Badil ibnu Maisarah, dari Abdullah ibnu Syaqiq, dari Abu Zar
r.a. yang menceritakan: Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang
makna al-magdubi 'alaihim. Beliau menjawab bahwa mereka adalah
orang-orang Yahudi. Aku bertanya lagi, "(Siapakah) orang-orang yang
sesat?" Beliau menjawab, "Orang-orang Nasrani."
As-Saddi meriwayatkan dari Malik dan dari Abu
Saleh, dari Ibnu Abbas, dan dari Murrah Al-Hamdani, dari Ibnu Mas'ud serta dari
segolongan orang dari kalangan sahabat Nabi Saw. Disebutkan bahwa orang-orang
yang dimurkai adalah orang-orang Yahudi, dan orang-orang yang sesat adalah
orang-orang Nasrani.
Dahhak dan Ibnu Juraij meriwayatkan dari Ibnu
Abbas, bahwa orang-orang yang dimurkai adalah orang-orang Yahudi, sedangkan
orang-orang yang sesat adalah orang-orang Nasrani. Hal yang sama dikatakan pula
oleh Ar-Rabi' ibnu Anas dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam serta lainnya
yang bukan hanya seorang.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, ia belum pernah
mengetahui di kalangan ulama tafsir ada perselisihan pendapat mengenai makna
ayat ini. Bukti yang menjadi pegangan pada imam tersebut dalam masalah
"orang-orang Yahudi adalah mereka yang dimurkai, dan orang-orang Nasrani
adalah orang-orang yang sesat" ialah hadis yang telah lalu dan firman
Allah Swt. yang mengisahkan tentang kaum Bani Israil dalam surat Al-Baqarah,
yaitu:
بِئْسَمَا اشْتَرَوْا بِهِ
أَنْفُسَهُمْ أَنْ يَكْفُرُوا بِما أَنْزَلَ اللَّهُ بَغْياً أَنْ يُنَزِّلَ
اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ عَلى مَنْ يَشاءُ مِنْ عِبادِهِ فَباؤُ بِغَضَبٍ عَلى
غَضَبٍ وَلِلْكافِرِينَ عَذابٌ مُهِينٌ
Alangkah buruknya (perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri dengan
kekafiran kepada apa yang telah diturunkan Allah, karena dengki bahwa Allah
menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara
hamba-hamba-Nya. Karena itu, mereka mendapat murka sesudah (mendapat)
kemurkaan. Dan untuk orang-orang kafir siksaan yang menghinakan.
(Al-Baqarah: 90)Di dalam surat Al-Maidah Allah Swt. berfirman:
قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُمْ
بِشَرٍّ مِنْ ذلِكَ مَثُوبَةً عِنْدَ اللَّهِ مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ وَغَضِبَ
عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنازِيرَ وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ
أُولئِكَ شَرٌّ مَكاناً وَأَضَلُّ عَنْ سَواءِ السَّبِيلِ
Katakanlah, "Apakah akan aku beritakan
kepada kalian tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya daripada
(orang-orang fasik) itu di sisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan
dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi, dan (orang
yang) menyembah tagut?" Mereka ini lebih buruk tempatnya dan lebih
tersesat dari jalan yang lurus. (Al-Maidah: 60)
لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا
مِنْ بَنِي إِسْرائِيلَ عَلى لِسانِ داوُدَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذلِكَ بِما
عَصَوْا وَكانُوا يَعْتَدُونَ كانُوا لَا يَتَناهَوْنَ عَنْ مُنكَرٍ فَعَلُوهُ
لَبِئْسَ مَا كانُوا يَفْعَلُونَ
Telah dilaknai orang-orang kafir dari Bani
Israil dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu disebabkan
mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang
tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang
selalu mereka perbuat itu. (Al-Maidah: 78-79)
Di dalam kitab Sirah (sejarah) disebutkan oleh
Zaid ibnu Amr ibnu Nufail, ketika dia bersama segolongan teman-temannya
berangkat menuju negeri Syam dalam rangka mencari agama yang hanif (agama Nabi
Ibrahim a.s.). Setelah mereka sampai di negeri Syam, orang-orang Yahudi berkata
kepadanya, "Sesungguhnya kamu tidak akan mampu masuk agama kami sebelum
kamu mengambil bagianmu dari murka Allah." Maka Amr menjawab, "Aku
justru sedang mencari jalan agar terhindar dari murka Allah." Orang-orang
Nasrani berkata kepadanya, "Sesungguhnya kamu tidak akan mampu masuk agama
kami sebelum kamu mengambil bagianmu dari murka Allah." Maka Amr ibnu Nufail
menjawab, "Aku tidak mampu."
Amr ibnu Nufail tetap pada fitrahnya dan menjauhi
penyembahan kepada berhala dan menjauhi agama kaum musyrik, tidak mau masuk,
baik ke dalam agama Yahudi maupun agama Nasrani. Sedangkan teman-temannya masuk
agama Nasrani karena mereka menganggap agama Nasrani lebih dekat kepada agama
hanif daripada agama Yahudi pada saat itu. Di antara mereka adalah Waraqah ibnu
Naufal, hingga dia mendapat petunjuk dari Allah melalui Nabi-Nya, yaitu di saat
Allah mengutusnya dan dia beriman kepada wahyu yang diturunkan Allah kepada
Nabi-Nya. Semoga Allah melimpahkan rida kepadanya. (Tafsir Ibn Katsir)