Wednesday, March 14, 2018

Bertaqwalah Kepada Allah! (Tafsir Q.s. 3 Ali Imran 102-103)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (102) وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعاً وَلا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْداءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْواناً وَكُنْتُمْ عَلى شَفا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْها كَذلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آياتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (103)
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Dan berpeganglah kalian kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu (masa Jahiliah) bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan amarah hati kalian, lalu menjadilah kalian karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara, dan kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian darinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian, agar kalian mendapat petunjuk. Q.s. 3 Ali Imran 102-103
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Sufyan dan Syu'bah, dari Zubaid Al-Yami, dari Murrah, dari Abdullah ibnu Mas'ud sehubungan dengan makna firman-Nya:  Bertakwalah kalian kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya.(Ali Imran: 102 ) Yaitu dengan taat kepada-Nya dan tidak maksiat terhadapnya, selalu mengingat-Nya dan tidak lupa kepada-Nya, selalu bersyukur kepada-Nya dan tidak ingkar terhadap nikmat-Nya.

Sanad asar ini sahih lagi mauquf. Ibnu Abu Hatim mengikutkan sesudah Murrah (yaitu Amr ibnu Maimun), dari Ibnu Mas'ud.
Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui hadis Yunus ibnu Abdul A'la, dari Ibnu Wahb, dari Sufyan As-Sauri, dari Zubaid, dari Murrah, dari Abdullah Ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: bertakwalah kalian kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya (Ali Imran: 102), —lalu beliau bersabda menafsirkannya— hendaknya Allah ditaati, tidak boleh durhaka kepada-Nya, bersyukur kepada-Nya dan jangan ingkar kepada (nikmat)-Nya, dan selalu ingat kepada-Nya dan tidak melupakan-Nya.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui hadis Mis'ar, dari Zubaid, dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud secara marfu' (yakni sampai kepada Rasulullah Saw.). Kemudian Imam Hakim menuturkan hadis ini, lalu berkata, "Predikat hadis sahih dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya." Demikianlah menurut penilaian Imam Hakim. Tetapi menurut pendapat yang kuat, predikatnya adalah mauquf (hanya sampai pada Ibnu Mas'ud saja).
lbnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan hal yang semisal dari Murrah Al-Hamdani, Ar-Rab'i ibnu Khaisam, Amr ibnu Maimun, Ibrahim An-Nakha'i, Tawus, Al-Hasan, Qatadah, Abu Sinan, dan As-Saddi.
Telah diriwayatkan pula dari sahabat Anas; ia pernah mengatakan bahwa seorang hamba masih belum dikatakan benar-benar bertakwa kepada Allah sebelum mengekang (memelihara) lisannya.
Sa'id ibnu Jubair, Abul Aliyah, Ar-Rabi' ibnu Anas, Qatadah, Muqatil ibnu Hayyan, Zaid ibnu Aslam, As-Saddi, dan lain-lainnya berpendapat bahwa ayat ini (Ali Imran: 102) telah dimansukh oleh firman-Nya:
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
Maka bertakwalah kalian kepada Allah menurut kesanggupan kalian. (At-Taghabun: 16)
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya. (Ali Imran: 102) Bahwa ayat ini tidak dimansukh, dan yang dimaksud dengan haqqa luqatih ialah berjihadlah kalian di jalan Allah dengan sebenar-benar jihad demi membela agama Allah, dan janganlah kalian enggan demi membela Allah hanya karena celaan orang-orang yang mencela; tegakkanlah keadilan, sekalipun terhadap diri kalian dan orang-orang tua kalian serta anak-anak kalian sendiri.
Firman Allah Swt.:
وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (Ali Imran: 102)
Artinya, peliharalah Islam dalam diri kalian sewaktu kalian sehat dan sejahtera agar kalian nanti mati dalam keadaan beragama Islam, karena sesungguhnya sifat dermawan itu terbina dalam diri seseorang berkat kebiasaannya dalam berderma. Barang siapa yang hidup menjalani suatu hal, maka ia pasti mati dalam keadaan berpegang kepada hal itu; dan barang siapa yang mati dalam keadaan berpegang kepada suatu hal, maka kelak ia dibangkitkan dalam keadaan tersebut. Kami berlindung kepada Allah dari kebalikan hal tersebut.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا رَوْح، حَدَّثَنَا شُعْبة قَالَ: سمعتُ سُلَيْمَانَ، عَنْ مُجَاهِدٍ، أَنَّ النَّاسَ كَانُوا يَطُوفُونَ بِالْبَيْتِ، وابنُ عَبَّاسٍ جَالِسٌ مَعَهُ مِحْجَن، فَقَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ} وَلَوْ أنَّ قَطْرَةً مِنَ الزَّقُّومِ قُطِرَتْ لأمَرّتْ عَلَى أهْلِ الأرْضِ عِيشَتَهُمْ فَكَيْفَ بِمَنْ لَيْسَ لَهُ طَعَامٌ إِلَّا الزَّقُّومُ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, bahwa Sulaiman pernah mengatakan dari Mujahid, "Sesungguhnya ketika orang-orang sedang melakukan tawaf di Baitullah dan Ibnu Abbas sedang duduk berpegang kepada tongkatnya, lalu ia mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda seraya membacakan firman-Nya: 'Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam' (Ali Imran: 102). Seandainya setetes dari zaqqum (makanan ahli neraka) dijatuhkan ke dunia ini, niscaya tetesan zaqqum itu akan merusak semua makanan penduduk dunia. Maka bagaimana dengan orang yang tidak mempunyai makanan lain kecuali hanya zaqqum (yakni ahli neraka) ."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Turmuzi, Imam Nasai, Imam Ibnu Majah, dan Imam Ibnu Hibban di dalam kitab sahihnya; serta Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui jalur Syu'bah dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan hadis ini hasan sahih. Imam Hakim mengatakan sahih dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahkan hadis ini.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ زَيْدِ بْنِ وَهْب، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ رَبِّ الْكَعْبَةِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرو قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ أَحَبَّ أنْ يُزَحْزَحَ عَنِ النَّار وَيَدْخُلَ الْجَنَّةَ، فَلْتُدْرِكْهُ مَنِيَّتُهُ، وَهُوَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ، ويَأْتِي إلَى النَّاسِ مَا يُحِبُّ أنْ يُؤتَى إلَيْهِ "
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Zaid ibnu Wahb, dari Abdur Rahman ibnu Abdu Rabbil Ka'bah, dari Abdullah ibnu Amr yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang suka bila dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka hendaklah di saat kematian menyusulnya ia dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hendaklah ia memberikan kepada orang lain apa yang ia sukai bila diberikan kepada dirinya sendiri.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرٍ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يَقُولُ قَبْلَ مَوْتِهِ بِثَلَاثٍ: "لَا يَمُوتَنَّ أحَدُكُمْ إِلَّا وَهُوَ يُحْسِنُ الظَّنَّ بِاللهِ عَزَّ وَجَلَّ".
Imam Ahmad mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu Sufyan, dari Jabir yang menceritakan bahwa ia mendengar Rasulullah Saw. bersabda tiga hari sebelum wafat, yaitu: Jangan sekali-kali seseorang di antara kalian meninggal dunia melainkan ia dalam keadaan berbaik prasangka kepada Allah Swt.
Imam Muslim meriwayatkannya melalui jalur Al-A'masy dengan lafaz yang sama.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، حَدَّثَنَا [أَبُو] يُونُسَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "إنَّ اللهَ قَالَ: أنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي، فإنْ ظَنَّ بِي خَيْرًا فَلَهُ، وَإنْ ظَنَّ شَرا فَلَهُ "
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, telah menceritakan kepada kami Yunus, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw., bahwa beliau Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Allah telah berfirman, "Aku mengikuti prasangka hamba-Ku terhadap diri-Ku. Maka jika dia menyangka balk kepada-Ku, itulah yang didapatinya. Dan jika dia berprasangka buruk terhadap-Ku, maka itulah yang didapatinya."
Asal hadis ini ditetapkan di dalam kitab Sahihain melalui jalur lain dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"يَقُولُ اللهُ [عَزَّ وَجَلَّ] أنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي"
Allah berfirman, "Aku menuruti prasangka hamba-Ku terhadap diri-Ku."
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ القُرَشي، حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ ثَابِتٍ -وَأَحْسَبُهُ-عَنْ أَنَسٍ قَالَ: كَانَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ مَرِيضًا، فَجَاءَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعودُه، فَوَافَقَهُ فِي السُّوقِ فسلَّم عَلَيْهِ، فَقَالَ لَهُ: "كَيْفَ أنْتَ يَا فُلانُ؟ " قَالَ بِخَيْرٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ، أرجو الله أخاف ذُنُوبِي. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا يَجْتَمِعَانِ فِي قَلْبِ عَبْدٍ فِي هَذَا الْمَوْطِنِ إِلَّا أعْطَاهُ اللهُ مَا يَرْجُو وآمَنَهُ ممَّا يَخَافُ".
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul Malik Al-Qurasyi, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Sulaiman, dari Sabit —menurut dugaanku dari Anas— yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki dari kalangan Ansar mengalami sakit, maka Nabi Saw. datang menjenguknya. Dan di lain waktu Nabi Saw. bersua dengannya di pasar, lalu beliau mengucapkan salam kepadanya dan bertanya kepadanya, "Bagaimanakah keadaanmu, hai Fulan?" Lelaki itu menjawab, "Dalam keadaan baik, wahai Rasulullah. Aku berharap kepada Allah, tetapi aku takut akan dosa-dosaku." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Tidak sekali-kali berkumpul di dalam kalbu seorang hamba yang dalam keadaan seperti ini (yakni sakit), melainkan Allah memberinya apa yang diharapkannya, dan mengamankannya dari apa yang dikhawatirkannya.
Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa kami tidak mengetahui perawi yang meriwayatkannya dari Sabit selain Ja'far ibnu Sulaiman. Demikian pula Imam Turmuzi, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya dari hadisnya. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib. Hal yang sama diriwayatkan oleh sebagian mereka (para perawi) dari Sabit secara mursal.
Adapun hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad seperti berikut: Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Bisyr, dari Yusuf ibnu Mahik, dari Hakim ibnu Hizam yang menceritakan: Aku telah berbaiat (berjanji setia) kepada Rasulullah Saw. bahwa aku tidak akan mundur kecuali dalam keadaan berdiri.
Imam Nasai meriwayatkannya di dalam kitab sunannya dari Ismail ibnu Mas'ud, dari Khalid ibnul Haris, dari Syu'bah dengan lafaz yang sama; dan ia mengategorikannya ke dalam Bab "Cara Menyungkur untuk Bersujud", lalu ia mengetengahkannya dengan lafaz yang semisal.
Menurut suatu pendapat, makna hadis di atas ialah bahwa aku tidak akan mati kecuali dalam keadaan sebagai orang muslim.
Menurut pendapat yang lain lagi, makna yang dimaksud ialah bahwa aku tidak sekali-kali berperang (berjihad) melainkan dalam keadaan menghadap (maju), bukan membelakangi (mundur/lari). Pengertian ini merujuk kepada makna yang pertama.
Firman Allah Swt.:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعاً وَلا تَفَرَّقُوا
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai.(Ali Imran: 103)
Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan hablillah ialah janji Allah. Seperti yang disebutkan di dalam ayat selanjutnya, yaitu firman-Nya:
ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوا إِلَّا بِحَبْلٍ مِنَ اللَّهِ وَحَبْلٍ مِنَ النَّاسِ
Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia. (ali Imran: 112)
Yakni janji dan jaminan.
Menurut pendapat yang lain, yang dimaksud ialah Al-Qur'an. Sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis Al-Haris Al-A'war, dari sahabat Ali secara marfu' mengenai sifat Al-Qur'an, yaitu:
"هُوَ حَبْلُ اللهِ الْمتِينُ، وَصِرَاطُهُ الْمُسْتَقِيمُ".
Al-Qur'an adalah tali Allah yang kuat dan jalan-Nya yang lurus.
Sehubungan dengan hal ini terdapat hadis yang khusus membahas mengenai makna ini. Untuk itu Imam Al-Hafiz Abu Ja'far At-Tabari mengatakan:
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ يَحْيَى الْأُمَوِيُّ، حَدَّثَنَا أَسْبَاطُ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ أَبِي سُلَيْمَانَ العَرْزَمي، عَنْ عَطِيَّةَ عَنْ [أَبِي] سَعِيدٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كِتَابُ اللهِ، هُوَ حَبْلُ اللهِ الْمَمْدُودُ مِنَ السَّمَاءِ إلَى الأرْضِ"
telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Yahya Al-Umawi, telah menceritakan kepada kami Asbat ibnu Muhammad, dari Abdul Malik ibnu Sulaiman Al-Azrami, dari Atiyyah, dari Abu Sa'id yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Kittabullah (Al-Qur'an) adalah tali Allah yang menjulur dari langit ke bumi.
وَرَوَى ابْنُ مَرْدُويَه مِنْ طَرِيقِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُسْلِمٍ الهَجَريّ، عَنْ أَبِي الأحْوَص، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إنَّ هَذَا الْقُرْآنَ هُوَ حَبْلُ اللهِ الْمتِينُ، وَهُوَ النُّورُ الْمُبِينُ وهُوَ الشِّفَاءُ النَّافِعُ، عِصْمةٌ لِمَنْ تَمَسَّكَ بِهِ، ونَجَاةٌ لِمَنِ اتَّبَعَهُ"
Ibnu Murdawaih meriwayatkan dari jalur Ibrahim ibnu Muslim Al-Hijri, dari Abu Ahwas, dari Abdullah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah tali Allah yang kuat. Dia adalah cahaya yang jelas, dia adalah penawar yang bermanfaat, perlindungan bagi orang yang berpegang kepadanya, dan keselamatan bagi orang yang mengikuti (petunjuk)Nya.
Telah diriwayatkan dari hadis Huzaifah dan Zaid ibnu Arqam hal yang semisal.
وَقَالَ وَكِيع: حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ أَبِي وَائِلٍ قَالَ: قَالَ عَبْدُ اللَّهِ: إِنَّ هَذَا الصِّرَاطَ مُحْتَضَرٌ تَحْضُرُهُ الشَّيَاطِينُ، يَا عَبْدَ اللَّهِ، بِهَذَا الطَّرِيقِ هَلُمَّ إِلَى الطَّرِيقِ، فَاعْتَصَمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ فَإِنَّ حَبْلَ اللَّهِ الْقُرْآنُ
Waki' mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu Wail yang menceritakan bahwa Abdullah pernah mengatakan (bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepadanya): Sesungguhnya jalan itu adalah tempat lalu lalang, setan-setan selalu datang kepadanya. Hai Abdullah, ambillah jalan ini, kemarilah, tempuhlah jalan ini. Maka mereka berpegang kepada tali Allah karena sesungguhnya tali Allah itu adalah Al-Qur'an.
Firman Allah Swt.:
وَلا تَفَرَّقُوا
Dan jangan kalian bercerai-berai. (Ali Imran: 103)
Allah memerintahkan kepada mereka untuk menetapi jamaah (kesatuan) dan melarang mereka bercerai-berai. Banyak hadis yang isinya melarang bercerai-berai dan memerintahkan untuk bersatu dan rukun. Seperti yang dinyatakan di dalam kitab Sahih Muslim melalui hadis Suhail ibnu Abu Saleh, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلَاثًا، وَيَسْخَطُ لَكُمْ ثَلَاثًا، يَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا، وَأَنْ تُنَاصِحُوا مَنْ وَلَّاهُ اللَّهُ أَمْرَكُمْ، وَيَسْخَطُ لَكُمْ ثَلَاثًا: قِيلَ وَقَالَ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ، وَإِضَاعَةَ الْمَالِ»
Sesungguhnya Allah rida kepada kalian dalam tiga perkara dan murka kepada kalian dalam tiga perkara. Allah rida kepada kalian bila kalian menyembah-Nya dan kalian tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, bila kamu sekalian berpegang teguh kepada tali Allah dan tidak bercerai-berai, dan bila kalian saling menasihati dengan orang yang dikuasakan oleh Allah untuk mengurus perkara kalian. Dan Allah murka kepada kalian dalam tiga perkara, yaitu qil dan qal (banyak bicara atau berdebat), banyak bertanya dan menyia-nyiakan (menghambur-hamburkan) harta.
Bilamana mereka hidup dalam persatuan dan kesatuan, niscaya terjaminlah mereka dari kekeliruan, seperti yang disebutkan oleh banyak hadis mengenai hal tersebut. Sangat dikhawatirkan bila mereka bercerai-berai dan bertentangan. Hal ini ternyata menimpa umat ini, hingga bercerai-berailah mereka menjadi tujuh puluh tiga golongan. Di antaranya terdapat suatu golongan yang selamat masuk surga dan diselamatkan dari siksa neraka. Mereka adalah orang-orang yang mengikuti jejak yang telah dilakukan oleh Nabi Saw. dan para sahabatnya.
Firman Allah Swt.:
وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْداءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْواناً
dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu (masa Jahiliah) bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan antara hati kalian, lalu menjadilah kalian karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara. (Ali Imran: 103), hingga akhir ayat.
Konteks ayat ini berkaitan dengan keadaan kabilah Aus dan kabilah Khazraj, karena sesungguhnya dahulu di antara mereka sering terjadi peperangan, yaitu di masa Jahiliah. Kedengkian dan permusuhan, pertentangan yang keras di antara mereka menyebabkan meletusnya perang yang berkepanjangan di antara sesama mereka. Ketika Islam datang dan masuk Islamlah sebagian orang di antara mereka, maka jadilah mereka sebagai saudara yang saling mengasihi berkat keagungan Allah. Mereka dipersatukan oleh agama Allah dan saling membantu dalam kebajikan dan ketakwaan.
Allah Swt. berfirman:
هُوَ الَّذِي أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَبِالْمُؤْمِنِينَ وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعاً مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ، وَلكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ
Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mukmin, dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. (Al-Anfal: 62-63)
sebelum itu mereka berada di tepi jurang neraka karena kekafiran mereka, lalu Allah menyelamatkan mereka darinya dengan memberi mereka petunjuk kepada iman.
Sesungguhnya hal tersebut disebut-sebut oleh Rasulullah Saw. pada hari beliau membagi-bagikan ganimah Hunain, lalu ada sebagian orang yang merasa kurang puas karena ada sebagian yang lain mendapat bagian yang lebih banyak daripada mereka. Nabi Saw. Sengaja melakukan demikian karena berdasarkah apa yang dianjurkan oleh Allah Swt. kepadanya. Lalu Nabi Saw. bersabda kepada mereka:
«يَا مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ أَلَمْ أَجِدْكُمْ ضُلَّالًا فَهَدَاكُمُ اللَّهُ بِي، وَكُنْتُمْ مُتَفَرِّقِينَ فَأَلَّفَكُمُ اللَّهُ بِي، وَعَالَةً فَأَغْنَاكُمُ الله بي؟»
Hai orang-orang Ansar, bukankah aku menjumpai kalian dalam keadaan sesat, lalu Allah memberi petunjuk kepada kalian melalui diriku; dan kalian dalam keadaan bercerai-berai, lalu Allah mempersatukan kalian melalui diriku; dan kalian dalam keadaan miskin, lalu Allah memberi kecukupan kepada kalian melalui aku?
Setiap kalimat yang diucapkan Nabi Saw. hanya bisa mereka katakan dengan kalimat berikut sebagai pengakuan mereka, "Hanya kepada Allah dan Rasul-Nya kami percaya."
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar dan lain-lainnya menceritakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa yang dialami oleh kabilah Aus dan kabilah Khazraj. Demikian itu terjadi ketika ada seorang lelaki Yahudi lewat di hadapan sejumlah orang penting dari kalangan kabilah Aus dan kabilah Khazraj, maka si Yahudi itu merasa tidak senang dengan kesatuan dan kerukunan yang ada di antara mereka.
Lalu ia mengirimkan seorang lelaki kepercayaannya dan memerintahkan kepadanya duduk bersama mereka dan mengingatkan mereka kepada peristiwa-peristiwa masa lalu yang pernah terjadi di antara mereka, yaitu peperangan Bi'as dan peperangan-peperangan lainnya yang terjadi di antara sesama mereka. Kemudian lelaki utusan si Yahudi itu melakukan apa yang diperintahkan kepadanya; dengan tekunnya ia melakukan tugas tersebut secara rutin, hingga suasana kaum menjadi panas kembali dan bangkitlah amarah sebagian mereka terhadap sebagian yang lain. Lalu timbullah fanatisme mereka, dan masing-masing pihak menyerukan semboyan-semboyannya, lalu mempersiapkan senjatanya masing-masing dan mengadakan tantangan kepada lawannya di tempat yang terbuka pada hari tertentu.
Ketika berita tersebut sampai kepada Nabi Saw., maka beliau mendatangi mereka, lalu beliau meredakan dan melerai mereka serta bersabda:
«أَبِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ وَأَنَا بَيْنَ أَظْهُرِكُمْ؟»
Apakah kalian menyerukan seruan Jahiliah, sedangkan aku ada di antara kalian?
Kemudian Rasulullah Saw. membacakan ayat ini kepada mereka. Akhirnya mereka menyesali perbuatannya, lalu mereka berdamai, saling berpelukan, dan semua senjata mereka lemparkan. Semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada mereka.
Ikrimah menyebutkan bahwa peristiwa tersebut menimpa mereka ketika mereka dalam keadaan emosi karena peristiwa berita bohong (hadis’ul ifki). (Tafsir Ibn Katsir)
Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment