{إِنَّ مَثَلَ عِيسَى
عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ آدَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ
فَيَكُونُ (59) الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلا تَكُنْ مِنَ الْمُمْت َرِينَ (60)
فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا
نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا
وَأَنْفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَلْ لَعْنَةَ اللَّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ
(61) إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْقَصَصُ الْحَقُّ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلا اللَّهُ
وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (62) فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ
اللَّهَ عَلِيمٌ بِالْمُفْسِدِينَ (63) }
Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi
Allah adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah,
kemudian Allah berfirman kepadanya, "Jadilah" (seorang manusia), maka
jadilah dia. (Apa yang telah Kami ceritakan itu), itulah yang benar, yang
datang dari Tuhanmu. Karena itu, janganlah kamu termasuk orang-orang yang
ragu-ragu. Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang
meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya), "Marilah kita memanggil
anak-anak kami dan anak-anak kalian, istri-istri kami dan istri-istri kalian,
diri kami dan diri kalian, kemudian marilah kita ber-mubahalah kepada Allah dan
kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta."
Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan selain Allah; dan
sesungguhnya Allah, Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. Kemudian jika
mereka berpaling (dari menerima kcbenaran), maka sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui siapa-siapa orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Ali
Imran: 61)
Allah
Swt. berfirman:
{إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ}
Sesungguhnya
misal (penciptaan) Isa di sisi Allah.
(Ali Imran: 59)
dalam
hal kekuasaan Allah, mengingat Allah menciptakannya tanpa melalui seorang ayah.
{كَمَثَلِ آدَمَ}
adalah
seperti (penciptaan) Adam. (Ali
Imran: 59)
mengingat
Allah menciptakannya tanpa melalui seorang ayah dan tanpa ibu, melainkan:
{خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ
كُنْ فَيَكُونُ}
Allah
menciptakannya dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya,
"Jadilah!" Maka jadilah dia.
(Ali Imran: 59)
Tuhan
yang menciptakan Adam tanpa melalui ayah dan ibu, jelas lebih mampu menciptakan
Isa. Jika ada jalan untuk mendakwakan Isa sebagai anak Tuhan, mengingat ia
diciptakan tanpa melalui seorang ayah, maka terlebih lagi terhadap Adam. Akan
tetapi, telah dimaklumi secara sepakat bahwa anggapan seperti itu batil;
terlebih lagi jika ditujukan kepada Isa a.s., maka lebih batil dan lebih jelas
rusaknya.
Allah
Swt. sengaja melakukan demikian dengan maksud untuk menampakkan kekuasaan-Nya
kepada makhluk-Nya dengan menciptakan Adam tanpa kedua orang tua, dan
menciptakan Hawa dari laki-laki tanpa wanita, serta menciptakan Isa dari wanita
tanpa laki-laki, sebagaimana dia menciptakan makhluk lainnya dari jenis jantan
dan jenis betina (melalui perkawinan keduanya). Karena itulah dalam surat
Maryam Allah Swt. berfirman:
وَلِنَجْعَلَهُ
آيَةً لِلنَّاسِ
dan
agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia. (Maryam: 21)
Sedangkan
dalam surat ini Allah Swt. berfirman:
{الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلا تَكُنْ مِنَ
الْمُمْتَرِينَ}
Itulah
yang benar, yang datang dari Tuhanmu. Karena itu, janganlah kamu termasuk
orang-orang yang ragu-ragu. (Ali
Imran: 60)
Yakni
inilah pendapat (kisah) yang benar mengenai Isa yang tidak diragukan lagi,
sedangkan yang lainnya tidak benar, dan tiada sesudah perkara yang benar
melainkan hanya kesesatan belaka.
Selanjutnya
Allah Swt. berfirman seraya memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk melakukan
mubahalah terhadap orang yang ingkar kepada kebenaran tentang Isa sesudah
adanya keterangan, yaitu:
{فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ بَعْدِ مَا
جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ
وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ}
Siapa
yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu),
maka katakanlah (kepadanya), "Marilah kita memanggil anak-anak kami dan
anak-anak kalian, istri-istri kami dan istri-istri kalian, diri kami dan diri kalian. (Ali Imran: 61)
Maksudnya,
kita hadirkan mereka semua untuk mubahalah.
{ثُمَّ نَبْتَهِلْ}
kemudian
marilah kita bermubahalah (Ali
Imran: 61)
Yakni
berbalas laknat.
{فَنَجْعَلْ لَعْنَةَ اللَّهِ عَلَى
الْكَاذِبِينَ}
supaya
laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta. (Ali Imran: 61)
Yaitu
antara kami dan kalian, siapakah yang berhak dilaknat.
Disebutkan
bahwa asbabun nuzul (latar belakang sejarah) turunnya ayat mubahalah ini dan
ayat-ayat yang sebelumnya yang dimulai dari permulaan surat Ali Imran hingga
ayat ini berkenaan dengan delegasi dari Najran. Bahwa orang-orang Nasrani itu
ketika tiba, mereka mengemukakan hujahnya tentang Isa, dan mereka menduga bahwa
Isa adalah anak dan tuhan. Maka Allah menurunkan awal dari surat Ali Imran ini
untuk membantah mereka, seperti yang disebut oleh Imam Muhammad ibnu Ishaq ibnu
Yasar dan lain-lainnya.
Ibnu
Ishaq mengatakan di dalam kitab Sirah-nya yang terkenal dan mengatakan pula
yang lainnya bahwa delegasi orang-orang Nasrani Najran datang kepada Rasulullah
Saw. terdiri atas enam puluh orang, mereka datang berkendaraan. Di antara
mereka ada empat belas orang laki-laki dari kalangan orang-orang yang terhormat
di kalangan mereka yang merupakan dewan penasihat mereka dalam segala urusan.
Mereka adalah Al-Aqib yang nama julukannya adalah Abdul Masih, As-Sayyid (yakni
Al-Aiham), Abu Harisah ibnu Alqamah (saudara Bakr ibnu Wail), Uwais ibnul
Haris, Zaid, Qais, Yazid dan kedua anaknya, Khuwalid, Amr, Khalid dan Abdullah,
serta Muhsin. Dewan tertinggi di antara mereka ada tiga orang, yaitu Al-Aqib
yang menjabat sebagai amir mereka dan pemutus perkara serta ahli musyawarah;
tiada suatu pendapat pun yang timbul melainkan dari dia. Orang yang kedua
adalah Sayyid. Dia orang yang paling alim di antara mereka, pemilik kendaraan
mereka, dan yang mempersatukan mereka. Sedangkan orang yang ketiga ialah Abu
Harisah ibnu Alqamah; dia adalah uskup mereka dan pemimpin yang mengajari
mereka kitab Injil. Pada asalnya dia adalah orang Arab, yaitu dari kalangan
Bani Bakr ibnu Wail. Tetapi ia masuk agama Nasrani, lalu orang-orang Romawi dan
raja-rajanya menghormatinya serta memuliakannya. Bahkan mereka membangun banyak
gereja, lalu mengangkatnya sebagai pengurus gereja tersebut karena mereka
mengetahui keteguhan agamanya di kalangan mereka. Padahal dia telah mengetahui
perihal Rasulullah Saw. dan sifat-sifatnya serta keadaannya melalui apa yang ia
ketahui dari kitab-kitab terdahulu. Akan tetapi, ia tetap berpegang kepada
agama Nasrani karena sayang kepada kedudukan dan penghormatan yang diperolehnya
selama itu dari kalangan pemeluk Nasrani.
Ibnu
Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ja'far ibnuz
Zubair, bahwa mereka tiba di Madinah untuk bersua dengan Rasulullah Saw. Mereka
masuk menemuinya di masjidnya ketika ia sedang salat Asar. Mereka datang
memakai pakaian ciri khas mereka sebagai pemeluk Nasrani dengan penampilan
paling baik dari kalangan kaum lelaki Banil Haris ibnu Ka'b. Orang yang melihat
mereka dari kalangan sahabat Nabi Saw. pasti mengatakan, "Kami belum
pernah melihat delegasi seperti mereka sesudah mereka." Waktu salat mereka
telah tiba, lalu mereka berdiri di dalam masjid Rasulullah Saw. Tetapi
Rasulullah Saw. bersabda, "Biarkanlah mereka." Lalu mereka
salat dengan menghadap ke arah timur. Berbicaralah dengan Rasulullah Saw. wakil
dari mereka yang terdiri atas Abu Harisah ibnu Alqamah, Al-Aqib Abdul Masih,
dan As-Sayyid Al-Aiham. Mereka bertiga pemeluk Nasrani yang sealiran dengan
agama raja mereka. Orang-orang Nasrani berselisih pendapat di antara sesama
mereka. Sebagian mereka mengatakan bahwa Isa adalah tuhan, sebagian yang lain
mengatakan anak tuhan, dan sebagian yang lainnya lagi mengatakan tuhan yang
ketiga. Mahatinggi Allah dari ucapan mereka dengan ketinggian yang setinggi-tingginya.
Begitu pula orang-orang Nasrani. Mereka
mengatakan bahwa dia adalah tuhan dengan alasan karena dia dapat
menghidupkan orang yang mati, menyembuhkan orang yang buta, penyakit belang dan
berbagai penyakit lainnya, memberitakan masalah-masalah gaib, membuat bentuk
burung dari tanah liat, lalu ia meniupnya sehingga menjadi burung sungguhan;
padahal semuanya itu dengan seizin Allah, dan Allah menjadikannya demikian
sebagai bukti untuk manusia. Orang-orang
Nasrani berhujah sehubungan dengan ucapan mereka yang mengatakan bahwa Isa
adalah putra tuhan, mereka mengatakan bahwa dia tidak punya ayah yang
diketahui dan dapat berbicara dalam buaian dengan pembicaraan yang belum pernah
dilakukan oleh seorang manusia pun sebelumnya. Sedangkan mereka yang berhujah bahwa Isa adalah tuhan yang ketiga
mengatakan bahwa perkataan Isa sama dengan perkataan tuhan, yaitu kami lakukan,
kami perintahkan, kami ciptakan, dan kami putuskan. Mereka berkata,
"Seandainya dia hanya seorang, niscaya dia tidak mengatakan kecuali aku
lakukan, aku perintahkan, dan aku putuskan serta aku ciptakan. Maka hal ini menunjukkan
tuhan, Isa dan Maryam." Mahatinggi dan Mahasuci Allah Swt. dari apa yang
dikatakan oleh orang-orang yang zalim dan orang-orang yang ingkar itu dengan
ketinggian yang setinggi-tingginya. Untuk menjawab masing-masing pendapat
tersebut, diturunkanlah Al-Qur'an. Ketika dua pendeta berbicara kepada
Rasulullah Saw., maka beliau bersabda kepada keduanya, "Masuk Islamlah
kamu." Keduanya menjawab, "Kami telah Islam." Nabi Saw.
bersabda, "Kamu belum masuk Islam, maka masuk Islamlah." Keduanya
menjawab, "Tidak, kami telah Islam." Nabi Saw. bersabda, "Kamu
berdua dusta, kamu bukan orang Islam karena pengakuanmu bahwa Allah beranak,
menyembah salib, dan makan daging babi." Keduanya bertanya, "Siapakah
bapaknya, hai Muhammad?" Rasulullah Saw. diam, tidak menjawab keduanya.
Maka Allah menurunkan sehubungan dengan peristiwa tersebut penjelasan mengenai
perkataan mereka dan perselisihan yang terjadi di antara mereka, yaitu pada
permulaan surat Ali Imran sampai dengan delapan puluh ayat lebih darinya.
Selanjutnya
Ibnu Ishaq mengemukakan tafsir ayat-ayat tersebut, lalu melanjutkan kisahnya,
bahwa setelah diturunkan berita dari Allah kepada Rasulullah Saw. dan cara
untuk memutuskan perkara yang terjadi antara dia dan mereka, yaitu Allah
menganjurkan kepadanya untuk menantang mereka bermubahalah jika mereka
mengajukan pertanyaan seperti itu kepadanya. Maka Nabi Saw. mengajak mereka
ber-mubahalah. Akhirnya mereka takut dan berkata, "Hai Abul Qasim (nama
julukan Nabi Saw. di kalangan mereka), berilah waktu bagi kami untuk mempertimbangkan
perkara kami ini, setelah itu kami akan datang kembali kepadamu memutuskan apa
yang telah kami rembukkan bersama orang-orang kami tentang ajakanmu itu."
Mereka pergi meninggalkan Nabi Saw., lalu berembuk dengan Al-Aqib yang
merupakan orang paling berpengaruh di antara mereka. Mereka berkata kepadanya,
"Hai Abdul Masih, bagaimanakah menurut pendapatmu?" Al-Aqib menjawab,
"Demi Allah, hai orang-orang Nasrani, sesungguhnya kalian telah mengetahui
bahwa Muhammad adalah seorang nabi yang diutus. Sesungguhnya dia telah datang
kepada kalian dengan membawa berita perihal teman kalian (Isa) secara rinci dan
benar. Sesungguhnya kalian telah mengetahui bahwa tidak sekali-kali suatu kaum
berani ber-mubahalah (berbalas laknat) dengan seorang nabi, lalu orang-orang
dewasa mereka masih hidup dan anak-anak mereka masih ada. Sesungguhnya tawaran
ini untuk memberantas kalian, jika kalian mau melakukannya. Sesungguhnya jika
kalian masih ingin tetap berpegang kepada agama kalian dan pendapat kalian
sehubungan dengan teman kalian (Isa), maka pamitlah kepada lelaki ini (Nabi
Saw.), lalu kembalilah ke negeri kalian." Lalu mereka datang kepada Nabi
Saw. dan berkata, "Wahai Abul Qasim, kami telah sepakat untuk tidak
bermubahalah denganmu dan meninggalkan (membiarkan)mu tetap pada agamamu dan
kami tetap pada agama kami. Tetapi kirimkanlah bersama kami seorang lelaki dari
kalangan sahabatmu yang kamu sukai buat kami, kelak dia akan memutuskan banyak
hal di antara kami yang kami berselisih pendapat mengenainya dalam masalah harta
benda, karena sesungguhnya kalian di kalangan kami mendapat simpati."
Muhammad
ibnu Ja'far mengatakan bahwa setelah itu Rasulullah Saw. bersabda, "Datanglah
kalian kepadaku sore hari, maka aku akan mengirimkan bersama kalian seorang
yang kuat lagi dipercaya."
Tersebutlah
bahwa Umar ibnul Khattab r.a. sehubungan dengan peristiwa tersebut mengatakan,
"Aku belum pernah menginginkan imarah (jabatan) sama sekali seperti pada
hari itu. Pada hari itu aku berharap semoga dirikulah yang terpilih untuk
menjabatnya. Maka aku berangkat untuk melakukan salat Lohor ketika waktu hajir
(panas matahari mulai terik). Setelah Rasulullah Saw. salat Lohor dan bersalam,
lalu beliau melihat ke arah kanan dan kirinya, sedangkan aku menonjolkan
kepalaku dengan harapan beliau melihatku. Akan tetapi, pandangan mata beliau
masih terus mencari-cari, dan akhirnya beliau melihat Abu Ubaidah ibnul Jarrah.
Maka beliau memanggilnya, lalu bersabda, 'Berangkatlah bersama mereka dan
jalankanlah peradilan di antara mereka dengan benar dalam hal yang mereka
perselisihkan'."
Umar
melanjutkan kisahnya, bahwa pada akhirnya Abu Ubaidah-lah yang terpilih untuk
melakukan tugas itu.
Ibnu
Murdawaih meriwayatkan melalui jalur Muhammad ibnu Ishaq, dari Asim ibnu Umar
ibnu Qatadah, dari Mahmud ibnu Labid, dari Rafi' ibnu Khadij yang menceritakan
bahwa delegasi Najran datang menghadap Rasulullah Saw. hingga akhir hadis yang
isinya semisal dengan hadis di atas. Hanya dalam riwayat ini disebutkan bahwa
Nabi Saw. bersabda kepada orang-orang yang terhormat (dari kalangan mereka)
yang jumlahnya ada dua belas orang. Sedangkan kisah hadis lainnya lebih panjang
daripada hadis di atas dengan tambahan-tambahan lainnya.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا عَبَّاسُ بْنُ
الْحُسَيْنِ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ، عَنْ إِسْرَائِيلَ، عَنْ أَبِي
إِسْحَاقَ، عَنْ صِلَة بْنِ زُفَر، عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ: جَاءَ العاقبُ والسيدُ
صَاحِبًا نَجْرَانَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يُرِيدَانِ أن يُلَاعِنَاهُ، قَالَ: فَقَالَ أَحَدُهُمَا
لِصَاحِبِهِ: لَا تَفْعَلْ، فَوَاللَّهِ إِنْ كَانَ نَبِيًّا فَلَاعَنَّاهُ
لَا نفلحُ نحنُ وَلَا عَقبنا مِنْ بَعْدِنَا. قَالَا إِنَّا نُعْطِيكَ مَا
سَأَلْتَنَا، وَابْعَثْ مَعَنَا رَجُلًا أَمِينًا، وَلَا تَبْعَثْ مَعَنَا إِلَّا
أَمِينًا. فَقَالَ: "لأبْعَثَنَّ مَعَكُمْ رَجُلا أَمِينًا حَقَّ
أمِينٍ"، فاستشرفَ لَهَا أصحابُ رسول الله صلى الله عليه وسلم، فَقَالَ:
"قُمْ يَا أبَا عُبَيْدَةَ بْنَ الْجَرَّاحِ" فَلَمَّا قَامَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هَذَا أمِينُ هَذِهِ
الأمَّةِ".
Imam
Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abbas ibnul Husain, telah
menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam, dari Israil, dari Abu Ishaq, dari
Silah ibnu Zufar, dari Huzaifah r.a. yang menceritakan hadis berikut, bahwa
Al-Aqib dan As-Sayyid —pemimpin orang-orang Najran— datang menghadap Rasulullah
Saw. dengan maksud untuk melakukan mubahalah dengan Rasulullah Saw. Salah
seorang berkata kepada temannya, "Jangan kamu lakukan. Demi Allah,
seandainya dia adalah seorang nabi, lalu kita melakukan mula'anah
(berbalas laknat) terhadapnya, niscaya kita ini tidak akan beruntung, tidak
pula bagi anak cucu kita sesudah kita." Akhirnya keduanya mengatakan,
"Sesungguhnya kami setuju memberimu apa yang kamu minta dari kami (yakni
jizyah). Tetapi kirimkanlah bersama kami seorang lelaki yang amin (dapat
dipercaya), dan janganlah engkau kirimkan bersama dengan kami melainkan seorang
yang dapat dipercaya." Maka Rasulullah Saw. menjawab: Aku
sungguh-sungguh akan mengirimkan bersama kalian seorang lelaki yang benar-benar
dapat dipercaya. Maka sahabat-sahabat Nabi Saw. mengharapkan untuk diangkat
menjadi orang yang mengemban tugas ini. Lalu Rasulullah Saw. bersabda: "Berdirilah
engkau, hai Abu Ubaidah ibnul Jarrah." Ketika Abu Ubaidah berdiri,
maka Rasulullah Saw. bersabda, "Inilah orang yang dipercaya dari
kalangan umat ini."
Hadis
riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim, Imam Turmuzi, Imam Nasai, dan Ibnu Majah
melalui jalur Israil, dari Abu Ishaq, dari Silah, dari Huzaifah dengan lafaz
yang semisal.
Imam
Ahmad meriwayatkan pula, begitu pula Imam Nasai dan Imam Ibnu Majah, melalui
hadis Israil, dari Abu Ishaq, dari Silah, dari Ibnu Mas'ud dengan lafaz yang
semisal.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو
الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ خَالِدٍ، عَنْ أَبِي قِلابة، عَنْ أَنَسٍ
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لِكُلِّ أُمَّةٍ
أمينٌ وَأَمِينُ هَذِهِ الأمَّة أبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ"
Imam
Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Walid, telah
menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Khalid, dari Abu Qilabah, dari Anas,
dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Setiap umat memiliki amin (orang
yang dipercaya)nya sendiri, dan amin dari umat ini adalah Abu Ubaidah ibnul
Jarrah.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا
إِسْمَاعِيلُ بْنُ يَزِيدَ الرَّقِّي أَبُو يَزِيدَ، حَدَّثَنَا فُرَات، عَنْ
عَبْدِ الْكَرِيمِ ابن مَالِكٍ الجزَري" عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ
عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ أَبُو جَهْلٍ: إِنْ رأيتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي عِنْدَ الْكَعْبَةِ لَآتِيَنَّهُ حَتَّى أطَأ عَلَى عُنُقِهِ.
قَالَ: فَقَالَ: "لَوْ فعلَ لأخَذته الملائكةُ عِيَانًا، وَلَوْ أَنَّ
الْيَهُودَ تمنَّوا الْمَوْتَ لَمَاتُوا وَرَأَوْا مَقَاعِدَهُمْ مِنَ النَّارِ،
وَلَوْ خَرَجَ الَّذِينَ يُبَاهِلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لرَجَعوا لَا يَجِدُونَ مَالًا وَلَا أَهْلًا"
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Yazid Ar-Ruqqi Abu
Yazid, telah menceritakan kepada kami Qurrah, dari Abdul Karim ibnu Malik
Al-Jazari, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Abu Jahal
pernah mengatakan, "Seandainya aku melihat Muhammad sedang salat di dekat
Ka'bah, aku benar-benar akan mendatanginya, lalu aku akan menginjak
lehernya." Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Seandainya dia (Abu Jahal) melakukannya, niscaya malaikat akan
membinasakannya secara terang-terangan, dan seandainya orang-orang Yahudi itu
mengharapkan kematian dirinya, niscaya mereka benar-benar akan mati, dan
niscaya mereka akan melihat tempat mereka di neraka. Dan seandainya orang-orang
yang berangkat untuk melakukan mubahalah terhadap Rasulullah Saw. (secara
sungguhan), niscaya sepulangnya mereka ke tempat kediamannya benar-benar tidak
menjumpai lagi harta dan keluarganya.
Imam
Bukhari, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai meriwayatkan hadis ini melalui Abdur
Razzaq, dari Ma'mar, dari Abdul Karim dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi
mengatakan bahwa hadis ini hasan lagi sahih.
Imam
Baihaqi di dalam kitab Dalaitun Nubuwwah meriwayatkan kisah delegasi
Najran ini dengan kisah yang panjang sekali. Kami akan mengetengahkannya,
mengingat di dalamnya terkandung banyak faedah; sekalipun di dalamnya
terkandung hal yang aneh, tetapi ada kaitannya dengan pembahasan kita sekarang
ini.
قَالَ
الْبَيْهَقِيُّ:حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ وَأَبُو سَعِيدٍ
مُحَمَّدُ بْنُ مُوسَى بْنِ الْفَضْلِ، قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ
مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الْجَبَّارِ،
حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ بُكَيْر، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ عبدِ يَسُوع، عَنْ أَبِيهِ،
عَنْ جَدِّهِ قَالَ يُونُسُ -وَكَانَ نَصْرَانِيًّا فَأَسْلَمَ-: إِنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَتَبَ إِلَى أَهْلِ نَجْرَانَ قَبْلَ
أَنْ يَنْزِلَ عَلَيْهِ طس سُلَيْمَانَ: "بِاسْم إلَهِ إِبْرَاهِيمَ
وإسْحَاقَ ويَعْقُوبَ، مِنْ مُحَمَّدٍ الَّنِبيِّ رَسُولِ اللهِ إلَى أسْقف نَجْرانَ وأهْلِ نَجْرانَ سِلْم أَنْتُم، فإنِّي
أحْمَدُ إلَيْكُمْ إلَهَ إبْرَاهِيمَ وإِسْحَاقَ ويَعْقُوبَ. أَمَّا بَعْدُ،
فإنِّي أَدْعُوكُم إلَى عِبَادَةِ اللهِ مِنْ عِبَادَةِ الْعِبَادِ، وأدْعُوكُمْ
إلَى وِلايَةِ اللهِ مِنْ وِلايَةِ الْعِبَادِ، فَإِنْ أَبَيْتُمْ فَالْجِزْيَةُ،
فَإِنْ أَبَيْتُمْ آذَنْتُكُمْ بِحَرْبٍ والسَّلامُ".
فَلَمَّا
أَتَى الْأُسْقُفَ الْكِتَابُ فَقَرَأَهُ فَظعَ بِهِ، وذَعَره ذُعرًا شَدِيدًا،
وَبَعَثَ إِلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ نَجْرَانَ يُقَالُ لَهُ: شُرَحْبيل بْنُ وَداعة
-وَكَانَ مِنْ هَمْدان وَلَمْ يَكُنْ أَحَدٌ يُدْعَى إِذَا نَزَلَتْ مُعْضلة
قَبْلَه، لَا الْأَيْهَمُ وَلَا السِّيد وَلَا الْعَاقِبُ-فَدَفَعَ الأسْقُفُ
كتابَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى شُرَحْبيل،
فَقَرَأَهُ، فَقَالَ الْأَسْقُفُ: يَا أَبَا مريمَ، مَا رَأْيُكَ ؟ فَقَالَ
شُرَحْبِيلُ: قَدْ عَلِمْتَ مَا وَعَدَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ فِي ذُرِّيَّةِ
إِسْمَاعِيلَ مِنَ النُّبُوَّةِ، فَمَا يُؤْمنُ أَنْ يَكُونَ هَذَا هُوَ ذَاكَ
الرَّجُلُ، لَيْسَ لِي فِي النُّبُوَّةِ رَأْيٌ، وَلَوْ كَانَ أَمْرٌ مِنْ أُمُورِ
الدُّنْيَا لَأَشَرْتُ عَلَيْكَ فِيهِ بِرَأْيِي، وجَهِدتُ لَكَ، فَقَالَ لَهُ
الْأَسْقُفُ: تَنَحَّ فَاجْلِسْ. فَتَنَحَّى شُرَحْبِيلُ فَجَلَسَ نَاحِيَةً،
فَبَعَثَ الْأَسْقُفُ إِلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ نَجْرَانَ، يُقَالُ لَهُ: عَبْدُ
اللَّهِ بْنُ شُرَحْبِيلَ، وَهُوَ مِنْ ذِي أَصْبَحَ مِنْ حمْير، فَأَقْرَأَهُ
الْكِتَابَ، وَسَأَلَهُ عَنِ الرَّأْيِ فِيهِ، فَقَالَ لَهُ مِثْلَ قَوْلِ
شُرَحْبِيلَ، فَقَالَ لَهُ الْأَسْقُفَ: فَاجْلِسْ، فتَنَحى فَجَلَسَ نَاحِيَةً.
وَبَعَثَ الْأَسْقُفُ إِلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ نَجْرَانَ، يُقَالُ لَهُ: جَبَّارُ
بْنُ فَيْضٍ، مِنْ بَنِي الْحَارِثِ بْنِ كَعْبٍ، أَحَدُ بَنِي الْحَمَاسِ،
فَأَقْرَأَهُ الْكِتَابَ، وَسَأَلَهُ عَنِ الرَّأْيِ فِيهِ؟ فَقَالَ لَهُ مِثْلَ
قَوْلِ شُرَحبيل وَعَبْدِ اللَّهِ، فَأَمْرَهُ الْأَسْقُفَ فَتَنَحَّى فَجَلَسَ
نَاحِيَةً.
فَلَمَّا
اجْتَمَعَ الرَّأْيُ مِنْهُمْ عَلَى تِلْكَ الْمَقَالَةِ جَمِيعًا، أَمَرَ
الْأَسْقُفُ بِالنَّاقُوسِ فضُرب بِهِ، ورُفعت النِّيرَانُ وَالْمُسُوحُ فِي
الصَّوَامِعِ، وَكَذَلِكَ كَانُوا يَفْعَلُونَ إِذَا فَزعوا بِالنَّهَارِ، وَإِذَا
كَانَ فزعُهم لَيْلًا ضَرَبُوا بِالنَّاقُوسِ، وَرَفُعِتِ النِّيرَانُ فِي
الصَّوَامِعِ، فَاجْتَمَعُوا حِينَ ضُرِبَ بِالنَّاقُوسِ وَرُفِعَتِ الْمُسُوحُ
أَهْلَ الْوَادِي أَعْلَاهُ وَأَسْفَلَهُ -وطولُ الْوَادِي مَسِيرة يَوْمٍ
لِلرَّاكِبِ السَّرِيعِ، وَفِيهِ ثَلَاثٌ وَسَبْعُونَ قَرْيَةً، وَعِشْرُونَ
وَمِائَةُ أَلْفِ مُقَاتِلٍ. فَقَرَأَ عَلَيْهِمْ كتابَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَسَأَلَهُمْ عَنِ الرَّأْيِ فِيهِ، فَاجْتَمَعَ رأيُ
أَهْلِ الرَّأْيِ مِنْهُمْ عَلَى أَنْ يَبْعَثُوا شُرَحْبِيلَ بْنَ ودَاعة
الْهَمْدَانِيَّ، وَعَبْدَ اللَّهِ ابن شُرَحبيل الْأَصْبَحِيَّ، وَجَبَّارَ بْنَ
فَيْضٍ الْحَارِثِيَّ، فَيَأْتُونَهُمْ بِخَبَرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَانْطَلَقَ الْوَفْدُ حَتَّى إِذَا كَانُوا بِالْمَدِينَةِ
وَضَعُوا ثِيَابَ السَّفَرِ عَنْهُمْ، وَلَبِسُوا حُلَلا لَهُمْ يَجُرُّونَهَا
مِنْ حِبَرَةٍ، وَخَوَاتِيمَ الذَّهَبِ، ثُمَّ انْطَلَقُوا حَتَّى أَتَوْا رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَلَّمُوا عَلَيْهِ، فَلَمْ يَرُدَّ
عَلَيْهِمْ وَتَصَدَّوْا لِكَلَامِهِ نَهَارًا طَوِيلًا فَلَمْ يُكَلِّمْهُمْ
وَعَلَيْهِمْ تِلْكَ الْحُلَلُ وخواتيم الذهب. فانطلقوا يتبعون عثمان ابن عَفَّانَ
وَعَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ، وَكَانَا مَعْرفة لَهُمْ، فَوَجَدُوهُمَا فِي
نَاسٍ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ فِي مَجْلِسٍ، فَقَالُوا: يَا
عُثْمَانُ وَيَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ، إِنْ نَبِيَّكُمْ كَتَبَ إِلَيْنَا
بِكِتَابٍ، فَأَقْبَلْنَا مُجِيبِينَ لَهُ، فَأَتَيْنَاهُ فَسَلَّمْنَا عَلَيْهِ
فَلَمْ يَرُدَّ سَلَامَنَا، وَتَصَدَّيْنَا لِكَلَامِهِ نَهَارًا طَوِيلًا
فَأَعْيَانَا أَنْ يُكَلِّمَنَا، فَمَا الرَّأْيُ مِنْكُمَا، أَتَرَوْنَ أَنْ
نَرْجِعَ؟ فَقَالَا لِعَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ -وَهُوَ فِي الْقَوْمِ-: مَا تَرَى يَا أَبَا الْحَسَنِ فِي
هَؤُلَاءِ الْقَوْمِ؟ فَقَالَ عَليّ لِعُثْمَانَ وَلِعَبْدِ الرَّحْمَنِ: أَرَى
أَنْ يَضَعُوا حُللهم هَذِهِ وَخَوَاتِيمَهُمْ، وَيَلْبَسُوا ثِيَابَ سَفَرِهِمْ
ثُمَّ يَعُودَا إِلَيْهِ. فَفَعَلُوا فَسَلَّمُوا، فَرَدَّ سَلَامَهُمْ، ثُمَّ
قَالَ: "والَّذِي بَعَثَنِي بِالحَقِّ لَقَدْ أَتَوْنِي الْمرَّةَ الأولَى،
وإنَّ إبْلِيسَ لَمَعَهُم" ثُمَّ سَاءَلَهُمْ وَسَاءَلُوهُ، فَلَمْ تَزَلْ
بِهِ وَبِهِمُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى قَالُوا: مَا تَقُولُ فِي عِيسَى، فَإِنَّا
نَرْجِعُ إِلَى قَوْمِنَا وَنَحْنُ نَصَارَى، يَسُرُّنَا إِنْ كُنْتَ نَبِيًّا
أَنْ نَسْمَعَ مَا تَقُولُ فِيهِ ؟ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "مَا عِنْدِي فِيهِ شِيء يَوْمِي هَذَا، فَأَقِيمُوا حَتَّى
أُخْبِرَكُمْ بِمَا يَقُولُ لِي رَبِّي فِي عيسَى". فَأَصْبَحَ الْغَدُ
وَقَدْ أَنْزَلَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، هَذِهِ الْآيَةَ: {إِنَّ مَثَلَ عِيسَى
عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ آدَمَ [خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ
فَيَكُونُ. الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلا تَكُنْ مِنَ الْمُمْتَرِينَ. فَمَنْ
حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ
أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا
وَأَنْفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَلْ لَعْنَةَ اللَّهِ عَلَى]
الْكَاذِبِينَ} فَأَبَوْا أَنْ يُقِرُّوا بِذَلِكَ، فَلَمَّا أَصْبَحَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْغَدَ بَعْدَ مَا أَخْبَرَهُمُ
الْخَبَرَ، أَقْبَلَ مُشْتَمِلًا عَلَى الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ فِي خَمِيل لَهُ
وَفَاطِمَةُ تَمْشِي عِنْدَ ظَهْرِهِ لِلْمُلَاعَنَةِ، وَلَهُ يَوْمَئِذٍ عِدَّةُ
نِسْوَةٍ، فَقَالَ شُرَحْبِيلُ لِصَاحِبَيْهِ: قَدْ عَلِمْتُمَا أَنَّ الْوَادِيَ
إِذَا اجْتَمَعَ أَعْلَاهُ وَأَسْفَلُهُ لَمْ يَرِدُوا وَلَمْ يَصْدُرُوا إِلَّا
عَنْ رَأْيِي وَإِنِّي وَاللَّهِ أَرَى أَمْرًا ثَقِيلًا وَاللَّهِ لَئِنْ كَانَ
هَذَا الرَّجُلُ مَلِكًا مَبْعُوثًا، فَكُنَّا أَوَّلَ الْعَرَبِ طَعَنَ فِي
عَيْنَيْهِ وَرَدَّ عَلَيْهِ أَمْرَهُ، لَا يَذْهَبُ لَنَا مِنْ صَدْرِهِ وَلَا مِنْ
صُدُورِ أَصْحَابِهِ حَتَّى يُصِيبُونَا بِجَائِحَةٍ، وَإِنَّا لَأَدْنَى
الْعَرَبِ مِنْهُمْ جِوَارًا، وَلَئِنْ كَانَ هَذَا الرَّجُلُ نَبِيًّا مُرْسَلًا
فلاعَنَّاه لَا يَبْقَى عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ مِنَّا شَعْر وَلَا ظُفُر إِلَّا
هَلَكَ. فَقَالَ لَهُ صَاحِبَاهُ: يَا أَبَا مَرْيَمَ، فَمَا الرَّأْيُ؟ فَقَالَ:
أَرَى أَنْ أُحَكِّمَهُ، فَإِنِّي أَرَى رَجُلًا لَا يَحْكُمُ شَطَطًا أَبَدًا.
فَقَالَا لَهُ: أَنْتَ وَذَاكَ. قَالَ: فَلَقِيَ شرحبيلُ رسولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ لَهُ: إِنِّي قَدْ رَأَيْتُ خَيْرًا مِنْ
مُلَاعَنَتِكَ. فَقَالَ: "وَمَا هُوَ؟ " فَقَالَ: حُكْمُكَ الْيَوْمَ
إِلَى اللَّيْلِ وَلَيْلَتُكَ إِلَى الصَّبَاحِ، فَمَهْمَا حَكَّمْتَ فِينَا
فَهُوَ جَائِزٌ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَعَلَّ
وَرَاءكَ أحَدًا يَثْرِبُ عَلْيكَ؟ " فَقَالَ شُرَحْبِيلُ: سَلْ صَاحِبَيَّ.
فَسَأَلَهُمَا فَقَالَا مَا يَرِدُ الْوَادِي وَلَا يَصْدرُ إِلَّا عَنْ رَأْيِ
شُرَحْبِيلَ: فَرَجع رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ
يُلَاعِنْهُمْ، حَتَّى إِذَا كَانَ الْغَدُ أَتَوْهُ فَكَتَبَ لَهُمْ هَذَا
الْكِتَابَ: "بِسْم اللَّهِ الرحمنِ الرَّحِيم، هَذَا مَا كَتَبَ مُحَمَّدٌ
النَّبِي رَسُولُ اللهِ لِنَجْرَانَ -إنْ كَانَ عَلَيْهِمْ حُكْمَهُ-فِي كُلِّ
ثَمَرَةٍ وَكُلِّ صَفْرَاءَ وَبَيْضَاءَ وَسَودَاءَ وَرَقِيقٍ فَاضِلٍ عَلَيْهِمْ،
وتَرْك ذَلِكَ كُلُّهُ لَهُمْ، عَلَى أَلْفَي حُلَّةٍ، فِي كُلِّ رَجَبٍ أَلْفُ
حُلَّةٍ، وفِي كُلِّ صَفَرٍ ألْفُ حُلَّةٍ" وَذَكَرَ تَمَامَ الشُّرُوطِ
وَبَقِيَّةَ السِّيَاقِ .
Imam
Baihaqi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Al-Hafiz Abu
Sa'id dan Muhammad ibnu Musa ibnul Fadl; keduanya mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abul Abbas Muhammad ibnu Ya'qub, telah menceritakan
kepada kami Ahmad ibnu Abdul Jabbar, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu
Bukair, dari Salamah ibnu Abdu Yusu', dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Yunus
—yang tadinya beragama Nasrani, kemudian masuk Islam— menceritakan bahwa
sesungguhnya Rasulullah Saw. mengirim surat kepada penduduk Najran sebelum
diturunkan kepada beliau surat Ta Sin Sulaiman, yang bunyinya seperti
berikut: Dengan menyebut nama Tuhan Nabi Ibrahim, Nabi Ishaq, dan Nabi
Ya'qub, dari Muhammad, nabi utusan Allah, ditujukan kepada Uskup Najran dan
penduduk Najran. Masuk Islamlah. Sesungguhnya aku menganjurkan kepada kalian
untuk memuji Tuhan Nabi Ibrahim, Nabi Ishaq, dan Nabi Ya'qub. Amma Ba'du:
Sesungguhnya aku mengajak kalian untuk menyembah Allah dan meninggalkan
menyembah sesama makhluk; aku mengajak kalian untuk membantu (agama) Allah dan
tidak membantu (agama buatan) makhluk. Jika kalian menolak, maka kalian harus
membayar jizyah; dan jika kalian menolak (membayar jizyah), maka aku
mempermaklumatkan perang terhadap kalian. Wassalam. Ketika surat itu sampai
ke tangan uskup yang dimaksud, lalu ia membacanya, maka ia sangat terkejut dan
hatinya sangat takut. Lalu ia mengundang seorang lelaki dari kalangan penduduk
Najran yang dikenal dengan nama Syurahbil ibnu Wida'ah dari Hamdan. Sebelum
peristiwa ini tidak pernah ada seseorang dipanggil untuk memecahkan perkara
yang sulit, baik Aiham, Sayyid, ataupun Al-Aqib. Ketika Syurahbil datang, uskup
menyerahkan surat Rasulullah Saw. itu kepadanya. Ia membacanya, dan uskup
berkata, "Hai Abu Maryam (nama julukan Syurahbil), bagaimanakah
pendapatmu?" Syurahbil menjawab,
"Sesungguhnya engkau mengetahui apa yang telah dijanjikan oleh Allah
kepada Ibrahim, yaitu kenabian yang akan dianugerahkan-Nya kepada keturunan
Ismail. Maka sudah dapat dipastikan bahwa anugerah itu diberikan kepada lelaki
ini (Nabi Saw.), sedangkan aku sehubungan dengan perkara kenabian itu tidak
mempunyai pendapat apa-apa. Tetapi seandainya perkara yang dimaksud menyangkut
urusan duniawi, niscaya aku benar-benar dapat mengemukakan pendapatku dan aku
berupaya semampuku untuk menyelesaikannya buatmu." Uskup berkata
kepadanya, "Minggirlah kamu dan duduklah," lalu Syurahbil duduk di
salah satu tempat. Kemudian uskup menyuruh seseorang untuk memanggil seorang
lelaki penduduk Najran yang dikenal dengan nama Abdullah ibnu Syurahbil,
keturunan Zu Asbah, dari Himyar. Lalu uskup membacakan surat itu kepadanya dan
menanyakan kepadanya bagaimana cara memutuskan permasalahan itu. Maka Abdullah
menjawabnya dengan jawaban yang sama dengan yang telah dikatakan oleh
Syurahbil. Uskup berkata kepadanya, "Minggirlah kamu dan duduklah,"
lalu Abdullah minggir dan duduk di suatu tempat. Kemudian uskup mengirimkan
seseorang untuk mengundang seorang lelaki dari penduduk Najran yang dikenal
dengan nama Jabbar ibnu Faid dari kalangan Banil Haris ibnu Ka'b, salah seorang
Banil Hammas. Lalu uskup membacakan kepadanya surat itu. Setelah selesai
dibaca, ia menanyakan pendapatnya sehubungan dengan permasalahan itu. Tetapi
ternyata lelaki ini pun mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan oleh
Syurahbil dan Abdullah. Maka uskup memerintahkan kepadanya untuk minggir, lalu
ia duduk di suatu tempat. Setelah semua pendapat dari kalangan mereka sepakat
menunjukkan pendapat yang telah disebutkan di atas, maka uskup memerintahkan agar
lonceng dibunyikan, api dinyalakan, dan semua pelita di dalam gereja
dinyalakan. Demikianlah yang mereka lakukan di siang hari bilamana mereka
tertimpa prahara. Apabila prahara menimpa mereka di malam hari, maka semua
lonceng gereja dibunyikan dan api di dalam semua gereja dinyalakan. Ketika
semua lonceng dibunyikan dan semua pelita dinyalakan, maka berkumpullah semua
penduduk lembah bagian atas dan bagian bawahnya, sedangkan panjang lembah itu
adalah perjalanan satu hari ditempuh oleh orang yang berkendaraan cepat. Di
dalamnya terdapat tujuh puluh tiga kampung, dan semua pasukannya terdiri atas
seratus dua puluh ribu personel. Lalu uskup membacakan kepada mereka surat
Rasulullah Saw. dan menanyakan tentang pendapat mereka mengenainya. Para dewan
penasihat dari kalangan mereka akhirnya sepakat untuk mengirimkan Syurahbil
ibnu Wida'ah Al-Hamdani, Abdullah ibnu Syurahbil Al-Asbahi, dan Jabbar ibnu
Faid Ai-Harisi untuk menghadap Rasulullah Saw. dan mendatangkan kepada mereka
berita yang dihasilkan oleh misi mereka bertiga nanti. Maka delegasi itu
berangkat. Ketika sampai di Madinah, mereka meletakkan pakaian perjalanannya,
lalu menggantinya dengan pakaian yang panjang hingga menjurai ke tanah terbuat
dari kain sutera dan juga memakai cincin dari emas, kemudian berangkat menemui
Rasulullah Saw. Ketika sampai pada Rasulullah Saw., mereka mengacungkan salam
penghormatan kepadanya, tetapi beliau tidak menjawab salam mereka. Lalu mereka
berupaya untuk dapat berbicara dengannya sepanjang siang hari, tetapi beliau tidak
mau berbicara dengan mereka yang memakai pakaian sutera dan cincin emas itu.
Kemudian mereka pergi mencari Usman ibnu Affan dan Abdur Rahman ibnu Auf yang
telah mereka kenal sebelumnya, dan mereka menjumpai keduanya berada di antara
kaum Muhajirin dan kaum Ansar di suatu majelis. Mereka berkata, "Hai Usman
dan Abdur Rahman, sesungguhnya Nabi kalian telah menulis sepucuk surat kepada
kami, lalu kami datang memenuhinya. Tetapi ketika kami datang dan mengucapkan
salam penghormatan kepadanya, ia tidak menjawab salam kami; dan kami berupaya
untuk berbicara dengannya sepanjang siang hari hingga kami merasa letih,
ternyata beliau pun tidak mau berbicara dengan kami. Bagaimanakah pendapat
kalian berdua, apakah kami harus pulang kembali tanpa hasil?" Keduanya
berkata kepada Ali ibnu Abu Talib yang juga berada di antara kaum,
"Bagaimanakah menurut pendapatmu, wahai Abul Hasan, tentang mereka
ini?" Ali berkata kepada Usman dan Abdur Rahman, "Aku berpendapat,
hendaknya mereka terlebih dahulu melepaskan pakaian sutera dan cincin emasnya,
lalu mereka memakai pakaian perjalanannya, setelah itu mereka boleh kembali
menemui Nabi Saw." Mereka melakukan saran tersebut, lalu mereka
mengucapkan salam penghormatan kepada Nabi Saw. Maka kali ini Nabi Saw. baru
menjawab salam mereka. Setelah itu beliau Saw. bersabda: Demi Tuhan yang
telah mengutusku dengan benar, sesungguhnya mereka datang kepadaku pada
permulaannya, sedangkan iblis berada bersama mereka. Kemudian Nabi Saw.
menanyai mereka, dan mereka menanyai Nabi Saw. secara timbal balik, hingga
mereka bertanya kepadanya, "Bagaimanakah pendapatmu tentang Isa? Agar bila
kami kembali kepada kaum kami yang Nasrani, kami gembira membawa berita dari
pendapatmu tentang dia, jika engkau memang seorang nabi." Nabi Saw.
bersabda: Hari ini aku tidak mempunyai pendapat apa pun tentang dia. Maka
tinggallah kalian, nanti aku akan ceritakan kepada kalian apa yang diberitakan
oleh Tuhanku tentang Isa. Maka pada keesokan harinya telah diturunkan
firman-Nya: Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah adalah seperti
(penciptaan) Adam. (Ali Imran: 59) sampai dengan firman-Nya: ditimpakan
kepada orang-orang yang dusta. (Ali Imran: 61); Tetapi mereka menolak
mengakui hal tersebut. Kemudian pada pagi harinya lagi setelah kemarinnya
Rasulullah Saw. menyampaikan berita tersebut, beliau datang seraya menggendong
Hasan dan Husain dengan kain selimutnya, sedangkan Fatimah berjalan di
belakangnya untuk melakukan mula'anah. Saat itu Nabi Saw. mempunyai
beberapa orang istri. Maka Syurahbil berkata kepada kedua temannya,
"Kalian telah mengetahui bahwa seluruh penduduk lembah kita bagian atas
dan bagian bawahnya tidak mau kembali dan tidak mau berangkat kecuali karena
pendapatku. Sesungguhnya sekarang aku benar-benar menghadapi suatu urusan yang
amat berat. Demi Allah, seandainya lelaki ini (maksudnya Nabi Saw.) benar-benar
seorang utusan, maka kita adalah orang Arab yang mula-mula berani menentangnya
di hadapannya dan menolak perintahnya. Maka tidak sekali-kali kita berangkat
dari hadapannya dan dari hadapan sahabat-sahabatnya, melainkan kita pasti akan
tertimpa malapetaka. Sesungguhnya kita adalah orang Arab dari kalangan pemeluk
Nasrani yang paling dekat bertetangga dengannya. Sesungguhnya jika lelaki ini
adalah seorang nabi yang dijadikan rasul, lalu kita ber-mula'anah dengannya,
niscaya tidak akan tertinggal sehelai rambut dan sepotong kuku pun dari kita
yang ada di muka bumi ini melainkan pasti binasa." Kedua teman Syurahbil
bertanya, "Lalu bagaimana selanjutnya menurut pendapatmu, hai Abu Maryarn?"
Syurahbil menjawab, "Aku berpendapat, sebaiknya dia aku angkat sebagai
hakim dalam masalah ini, karena sesungguhnya aku melihat lelaki ini tidak akan
berbuat zalim dalam keputusannya untuk selama-lamanya." Keduanya berkata,
"Terserah kepadamu." Syurahbil menghadap Rasulullah Saw., lalu
berkata kepadanya, "Sesungguhnya aku berpendapat bahwa ada hal yang lebih
baik daripada ber-mula'anah denganmu." Nabi Saw. bertanya, "Apakah
itu?" Syurahbil menjawab, "Kami serahkan keputusannya kepadamu
sebagai hakim sejak hari ini sampai malam nanti dan malam harimu sampai
keesokan paginya. Maka keputusan apa saja yang engkau tetapkan kepada kami, hal
itu akan kami terima." Rasulullah Saw. bertanya, "Barangkali di
belakangmu ada seseorang yang nanti akan mencelamu?"
Syurahbil berkata, "Tanyakanlah kepada kedua temanku ini." Lalu
keduanya menjawab, "Seluruh penduduk lembah kami tidak kembali dan tidak
berangkat, melainkan atas dasar pendapat Syurahbil." Maka Rasulullah Saw.
kembali tidak ber-mula'anah dengan mereka. Kemudian pada keesokan harinya
mereka datang kepadanya, lalu Nabi Saw. menulis sepucuk surat buat mereka yang
isinya sebagai berikut Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang. Ini adalah keputusan dari Muhammad sebagai nabi dan utusan Allah
untuk penduduk Najran —jika mereka ingin berada di bawah kekuasaannya—pada
semua hasil buah-buahan, dan semua yang kuning, yang putih, yang hitam, dan
budak yang berlebihan di kalangan mereka. Semuanya adalah milik mereka, tetapi
diwajibkan bagi mereka membayar dua ribu setel pakaian (setiap tahunnya); pada
tiap bulan Rajab seribu setel pakaian, dan yang seribunya lagi dibayar pada
tiap bulan Safar. Dan persyaratan lainnya serta kelanjutannya.
Kedatangan
delegasi mereka terjadi pada tahun sembilan Hijriah, karena Az-Zuhri pernah
mengatakan bahwa penduduk Najran adalah orang yang mula-mula membayar jizyah
kepada Rasulullah Saw. Sedangkan ayat mengenai jizyah baru diturunkan hanya
sesudah kemenangan atas Mekah, yaitu yang disebutkan di dalam firman-Nya:
قاتِلُوا
الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ
Perangilah
orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari
kemudian. (At-Taubah: 29), hingga akhir
ayat.
قَالَ
أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ، حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ دَاوُدَ المكي، حدثنا بشر بن مِهْرَانَ، أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ دِينَارٍ،
عَنْ دَاوُدَ بْنِ أَبِي هِنْدٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَدِمَ
عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعَاقِبُ وَالطَّيِّبُ، فَدَعَاهُمَا
إِلَى الْمُلَاعَنَةِ فَوَاعَدَاهُ عَلَى أَنْ يُلَاعِنَاهُ الْغَدَاةَ. قَالَ:
فَغَدَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَخَذَ بِيَدِ
عَلِيٍّ وَفَاطِمَةَ وَالْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ، ثُمَّ أَرْسَلَ إِلَيْهِمَا
فَأَبَيَا أَنْ يَجِيئَا وأقَرَّا بِالْخَرَاجِ، قَالَ: فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "وَالَّذِي بَعَثَني بالْحَقِّ لَوْ قَالا لَا
لأمْطَرَ عَلَيْهِمُ الْوَادِي نَارًا" قَالَ جَابِرٌ: فِيهِمْ نَزَلَتْ
{نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا
وَأَنْفُسَكُمْ} قَالَ جَابِرٌ: {وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ} رسولُ اللهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ {وَأَبْنَاءَنَا}
الْحَسَنَ وَالْحُسَيْنَ {وَنِسَاءَنَا} فَاطِمَةَ.
Abu
Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu
Ahmad, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Daud Al-Makki, telah
menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Mihran, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Dinar, dari Daud ibnu Abu Hindun, dari Asy-Sya'bi, dari Jabir
yang menceritakan bahwa telah datang kepada Nabi Saw. Al-Aqib dan At-Tayyib.
Maka Nabi Saw. mengundang keduanya untuk melakukan mula'anah, lalu Nabi Saw.
berjanji kepada keduanya untuk melakukannya pada keesokan harinya. Jabir melanjutkan
kisahnya, bahwa pada keesokan harinya Nabi Saw. datang membawa Ali, Fatimah,
Al-Hasan, dan Al-Husain; lalu beliau mengundang keduanya. Tetapi keduanya
menolak dan tidak mau ber-mula'anah dengannya, melainkan hanya bersedia
membayar kharraj (jizyah). Jabir melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu Nabi
Saw. bersabda: Demi Tuhan yang mengutusku dengan benar, seandainya keduanya
mengatakan, "Tidak" (yakni tidak mau membayar jizyah), niscaya api
akan menghujani lembah tempat tinggal mereka. Jabir melanjutkan kisahnya,
bahwa sehubungan dengan mereka diturunkan firman-Nya: Marilah kita memanggil
anak-anak kami dan anak-anak kalian, istri-istri kami dan istri-istri kalian,
diri kami dan diri kalian. (Ali Imran: 61); Menurut sahabat Jabir r.a.,
yang dimaksud dengan diri kami ialah Rasulullah Saw. sendiri dan Ali ibnu Abu
Talib. Yang dimaksud dengan anak-anak kami ialah Al-Hasan dan Al-Husain. Yang
dimaksud dengan wanita-wanita kami ialah Siti Fatimah.
Hal
yang sama diriwayatkan oleh Imam Hakim dan di dalam kitab Mustadrak-nya dari
Ali ibnu Isa, dari Ahmad ibnu Muhammad Al-Azhari, dari Ali ibnu Hujr, dari Ali
ibnu Mishar, dari Daud ibnu Abu Hindun dengan lafaz yang semakna. Kemudian Imam
Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih dengan syarat Muslim, tetapi keduanya (Bukhari
dan Muslim) tidak mengetengahkannya seperti ini.
Hadis
ini diriwayatkan pula oleh Abu Daud At-Tayalisi, dari Syu'bah, dari Al-Mugirah,
dari Asy-Sya'bi secara mursal, sanad ini lebih sahih. Diriwayatkan dari Ibnu
Abbas serta Al-Barra hal yang semisal.
*******************
Kemudian
Allah Swt. berfirman:
إِنَّ
هَذَا لَهُوَ الْقَصَصُ الْحَقُّ
Sesungguhnya
ini adalah kisah yang benar.
(Ali Imran: 62)
Yakni
apa yang telah Kami kisahkan kepadamu, Muhammad, tentang Isa adalah kisah yang
benar, yang tidak diragukan lagi kebenarannya dan sesuai dengan kejadiannya.
{وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلا اللَّه وَإِنَّ
اللَّهَ لَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ. فَإِنْ تَوَلَّوْا}
Dan
tak ada Tuhan selain Allah; dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Mahaperkasa
lagi Mahabijaksana. Kemudian jika mereka berpaling. (Ali Imran: 62-63)
Yaitu
berpaling menerima kebenaran kisah ini dan tetap berpegang kepada selainnya.
{فَإِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِالْمُفْسِدِينَ}
maka
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang berbuat kerusakan. (Ali Imran: 63)
Maksudnya,
barang siapa yang berpaling dari kebenaran menuju kepada kebatilan, maka dialah
orang yang merusak, dan Allah Maha Mengetahui tentang dia; sesungguhnya kelak
Allah akan membalas perbuatannya itu dengan balasan yang seburuk-buruknya. Dia
Mahakuasa, tiada sesuatu pun yang luput dari-Nya, Mahasuci Allah dengan segala
pujian-Nya dan kami berlindung kepada-Nya dari kejatuhan murka dan
pembalasan-Nya. (Tafsir Ibn Katsir)