يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا
أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ
إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا (29) وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَانًا
وَظُلْمًا فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَارًا وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرًا (30)
إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ
سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمًا (31)
Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang
batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di
antara kalian. Dan janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepada kalian. Dan barang siapa berbuat demikian dengan
melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka.
Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Jika kalian menjauhi dosa-dosa besar
di antara dosa-dosa yang dilarang kalian mengerjakannya, niscaya Kami hapus
kesalahan-kesalahan kalian (dosa-dosa kalian yang kecil) dan Kami masukkan
kalian ke tempat yang mulia (surga).
Allah Swt. melarang hamba-hamba-Nya yang
beriman memakan harta sebagian dari mereka atas sebagian yang lain dengan cara
yang batil, yakni melalui usaha yang tidak diakui oleh syariat, seperti dengan
cara riba dan judi serta cara-cara lainnya yang termasuk ke dalam kategori
tersebut dengan menggunakan berbagai macam tipuan dan pengelabuan.
Sekalipun pada lahiriahnya cara-cara tersebut memakai cara yang diakui oleh
hukum syara', tetapi Allah lebih mengetahui bahwa sesungguhnya para pelakunya
hanyalah semata-mata menjalankan riba, tetapi dengan cara hailah (tipu
muslihat). Demikianlah yang terjadi pada kebanyakannya.
Hingga Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan
kepadaku Ibnul MuSanna, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab, telah
menceritakan kepada kami Daud, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
seorang lelaki yang membeli dari lelaki lain sebuah pakaian. Lalu lelaki
pertama mengatakan, "Jika aku suka, maka aku akan mengambilnya, dan jika
aku tidak suka, maka akan ku kembalikan berikut dengan satu dirham." Ibnu
Abbas mengatakan bahwa hal inilah yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam
firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman. janganlah kalian saling memakan
harta sesama kalian dengan jalan yang batil. (An-Nisa: 29)
Ibnu Abu Hatim mengatakan. telah menceritakan
kepada kami Ali ibnu Harb Al-Musalli, telah menceritakan kepada kami lbnul
Futlail, dari Daud Al-Aidi, dari Amir, dari Alqamah, dari Abdullah sehubungan
dengan ayat ini, bahwa ayat ini muhkamah, tidak dimansukh dan tidak akan
dimansukh sampai hari kiamat.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas,
bahwa ketika Allah menurunkan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil.
(An-Nisa: 29) Maka kaum muslim berkata, "Sesungguhnya Allah telah melarang
kita memakan harta sesama kita dengan cara yang batil, sedangkan makanan adalah
harta kita yang paling utama. Maka tidak halal bagi seorang pun di antara kita
makan pada orang lain, bagaimanakah nasib orang lain (yang tidak mampu)?"
Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Tiada dosa atas orang-orang tuna
netra. (Al-Fath: 17), hingga akhir ayat.
Hal yang sama telah dikatakan pula oleh Qatadah.
Firman Allah Swt.:
إِلَّا أَنْ تَكُونَ
تِجارَةً عَنْ تَراضٍ مِنْكُمْ
terkecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka di antara kalian. (An-Nisa: 29)
Lafaz tijaratan dapat pula dibaca tijaratun.
ungkapan ini merupakan bentuk istisna munqati'. Seakan-akan dikatakan,
"Janganlah kalian menjalankan usaha yang menyebabkan perbuatan yang
diharamkan, tetapi berniagalah menurut peraturan yang diakui oleh syariat,
yaitu perniagaan yang dilakukan suka sama suka di antara pihak pembeli dan
pihak penjual; dan carilah keuntungan dengan cara yang diakui oleh
syariat." Perihalnya sama dengan istisna yang disebutkan di dalam
firman-Nya:
وَلا تَقْتُلُوا النَّفْسَ
الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ
dan janganlah kalian membunuh jiwa yang
diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan sesuatu (sebab) yang benar.
(Al-An'am: 151)
Juga seperti yang ada di dalam firman-Nya:
لَا يَذُوقُونَ فِيهَا
الْمَوْتَ إِلَّا الْمَوْتَةَ الْأُولى
mereka tidak akan merasakan mati di dalamnya
kecuali mati di dunia. (Ad-Dukhan: 56)
Berangkat dari pengertian ayat ini, Imam Syafii
menyimpulkan dalil yang mengatakan tidak sah jual beli itu kecuali dengan serah
terima secara lafzi (qabul), karena hal ini merupakan bukti yang
menunjukkan adanya suka sama suka sesuai dengan makna nas ayat. Lain halnya
dengan jual beli secara mu'atah, hal ini tidak menunjukkan adanya saling
suka sama suka, adanya sigat ijab qabul itu merupakan suatu
keharusan dalam jual beli.
Tetapi jumhur ulama. Imam Malik, Imam Abu Hanifah,
dan Imam Ahmad berpendapat berbeda. Mereka mengatakan, sebagaimana ucapan itu
menunjukkan adanya suka sama suka. begitu pula perbuatan, ia dapat menunjukkan
kepastian adanya suka sama suka dalam kondisi tertentu. Karena itu, mereka
membenarkan keabsahan jual beli secara mu'atah (secara mutlak).
Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa jual
beli mu'atah hanya sah dilakukan terhadap hal-hal yang kecil dan
terhadap hal-hal yang dianggap oleh kebanyakan orang sebagai jual beli. Tetapi
pendapat ini adalah pandangan hati-hati dari sebagian ulama ahli tahqiq dari
kalangan mazhab Syafii.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kalian.
(An-Nisa: 29) Baik berupa jual beli atau ata yang diberikan dari
seseorang kepada orang lain. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh
Ibnu Jarir.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami ayahku, dari
Al-Qasim, dari Sulaiman Al-Ju'fi, dari ayahnya, dari Maimun ibnu Mihran yang
menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«الْبَيْعُ
عَنْ تَرَاضٍ وَالْخِيَارُ بَعْدَ الصَّفْقَةِ، وَلَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ
يَغُشَّ مُسْلِمًا»
Jual beli harus dengan suka sama suka, dan
khiyar adalah sesudah transaksi, dan tidak halal bagi seorang muslim menipu
muslim lainnya.
Hadis ini berpredikat mursal.
Faktor yang menunjukkan adanya suka sama suka
secara sempurna terbukti melalui adanya khiyar majelis. Seperti yang
disebutkan di dalam kitab Sahihain, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ
يَتَفَرَّقَا»
Penjual dan pembeli masih dalam keadaan khiyar
selagi keduanya belum berpisah.
Menurut lafaz yang ada pada Imam Bukhari
disebutkan seperti berikut:
«إِذَا
تَبَايَعَ الرَّجُلَانِ فَكُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِالْخِيَارِ مَا لَمْ
يَتَفَرَّقَا»
Apabila dua orang lelaki melakukan transaksi
jual beli, maka masing-masing pihak dari keduanya boleh khiyar selagi keduanya
belum berpisah.
Orang yang berpendapat sesuai dengan makna hadis
ini ialah Imam Ahmad dan Imam Syafii serta murid-murid keduanya, juga
kebanyakan ulama Salaf dan ulama Khalaf.
Termasuk ke dalam pengertian hadis ini adanya
khiyar syarat sesudah transaksi sampai tiga hari berikutnya disesuaikan menurut
apa yang dijelaskan di dalam transaksi mengenai subyek barangnya, sekalipun
sampai satu tahun, selagi masih dalam satu kampung dan tempat lainnya yang
semisal. Demikianlah menurut pendapat yang terkenal dari Imam Malik.
Mereka menilai sah jual beli mu'atah
secara mutlak. Pendapat ini dikatakan oleh mazhab Imam Syafii. Di antara mereka
ada yang mengatakan bahwa jual beli secara mu'atah itu sah hanya pada
barang-barang yang kecil yang menurut tradisi orang-orang dinilai sebagai jual
beli. Pendapat ini merupakan hasil penyaringan yang dilakukan oleh segolongan
ulama dari kalangan murid-murid Imam Syafii dan telah disepakati di kalangan
mereka.
Firman Allah Swt.:
وَلا تَقْتُلُوا
أَنْفُسَكُمْ
Dan janganlah kalian membunuh diri kalian.
(An-Nisa: 29)
Yakni dengan mengerjakan hal-hal yang diharamkan
Allah dan melakukan perbuatan-perbuatan maksiat terhadap-Nya serta memakan
harta orang lain secara batil.
إِنَّ اللَّهَ كانَ بِكُمْ
رَحِيماً
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepada kalian. (An-Nisa: 29)
Yaitu dalam semua perintah-Nya kepada kalian dan
dalam semua larangannya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ:
حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، حَدَّثَنَا يَزِيدُ
بْنُ أَبِي حَبِيبٍ، عَنْ عمْران بْنِ أَبِي أَنَسٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ
جُبَير، عَنْ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّهُ قَالَ لَمَّا
بَعَثَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ ذَاتِ السَّلَاسِلِ
قَالَ: احْتَلَمْتُ فِي لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ شَدِيدَةِ الْبَرْدِ فَأَشْفَقْتُ إِنِ
اغْتَسَلْتُ أَنْ أَهْلِكَ، فَتَيَمَّمْتُ ثُمَّ صَلَّيْتُ بِأَصْحَابِي صَلَاةَ
الصُّبْحِ، قَالَ: فَلَمَّا قدمتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ ذَكَرْتُ ذَلِكَ لَهُ، فَقَالَ: "يَا عَمْرُو صَلَّيت
بِأَصْحَابِكَ وَأَنْتَ جُنُبٌ! " قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي
احْتَلَمْتُ فِي لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ شَدِيدَةِ الْبَرْدِ، فَأَشْفَقْتُ إِنِ
اغْتَسَلْتُ أَنْ أهلكَ، فَذَكَرْتُ قَوْلَ اللَّهِ [عز وَجَلَّ]
{وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا}
فَتَيَمَّمْتُ ثُمَّ صَلَّيْتُ. فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَلَمْ يَقُلْ شَيْئًا.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, telah
menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abu Habib, dari Imran ibnu Abu Anas, dari
Abdur Rahman ibnu Jubair, dari Amr ibnul As r.a. yang menceritakan bahwa
ketika Nabi Saw. mengutusnya dalam Perang Zatus Salasil, di suatu malam yang
sangat dingin ia bermimpi mengeluarkan air mani. Ia merasa khawatir bila mandi
jinabah, nanti akan binasa. Akhirnya ia terpaksa bertayamum, lalu salat Subuh
bersama teman-temannya. Amr ibnul As melanjutkan kisahnya, "Ketika
kami kembali kepada Rasulullah Saw., maka aku ceritakan hal tersebut kepadanya.
Beliau bersabda, 'Hai Amr, apakah kamu salat dengan teman-temanmu, sedangkan
kamu mempunyai jinabah?'. Aku (Amr) menjawab, 'Wahai Rasulullah Saw.,
sesungguhnya aku bermimpi mengeluarkan air mani di suatu malam yang sangat
dingin, hingga aku merasa khawatir bila mandi akan binasa, kemudian aku
teringat kepada firman Allah Swt. yang mengatakan: Dan janganlah
kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepada kalian. (An-Nisa: 29) Karena itu, lalu aku bertayamum dan
salat.' Maka Rasulullah Saw tertawa dan tidak mengatakan sepatah kata
pun."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud
melalui hadis Yahya ibnu Ayyub, dari Yazid ibnu Abu Habib.
Ia meriwayatkan pula dari Muhammad ibnu Abu
Salamah, dari Ibnu Wahb, dari Ibnu Luhai'ah, dan Umar ibnul Haris; keduanya
dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Imran ibnu Abu Anas, dari Abdur Rahman ibnu
Jubair Al-Masri, dari Abu Qais maula Amr ibnul As, dari Amr ibnul As. Lalu ia
menuturkan hadis yang semisal. Pendapat ini —Allah lebih mengetahui— lebih
dekat kepada kebenaran.
قَالَ
أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدُوَيه: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ
حَامِدٍ البَلْخِي، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ صَالِحِ بْنِ سَهْلٍ الْبَلْخِيُّ،
حدثنا عُبَيد عبد اللَّهِ بْنُ عُمَرَ الْقَوَارِيرِيُّ، حَدَّثَنَا يُوسُفُ بْنُ
خَالِدٍ، حَدَّثَنَا زِيَادُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ:
أَنَّ عَمْرَو بْنَ الْعَاصِ صَلَّى بِالنَّاسِ وَهُوَ جُنُب، فَلَمَّا قَدِمُوا
عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرُوا ذَلِكَ لَهُ،
فَدَعَاهُ فَسَأَلَهُ عَنْ ذَلِكَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، خفْتُ أَنْ
يَقْتُلَنِي الْبَرْدُ، وَقَدْ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {وَلا تَقْتُلُوا
أَنْفُسَكُمْ [إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا] } قَالَ: فَسَكَتَ عَنْهُ
رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Muhammad ibnu Hamid Al-Balkhi, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Saleh ibnu Sahl Al-Balkhi, telah
menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Umar Al-Qawariri, telah menceritakan
kepada kami Yusuf ibnu Khalid, telah menceritakan kepada kami Ziyad ibnu Sa'd,
dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Amr ibnul As pernah salat menjadi imam
orang-orang banyak dalam keadaan mempunyai jinabah. Ketika mereka datang kepada
Rasulullah Saw., lalu mereka menceritakan kepadanya hal tersebut. Rasulullah
Saw. memanggil Amr dan menanyakan hal itu kepadanya. Maka Amr ibnul As
menjawab, "Wahai Rasulullah, aku merasa khawatir cuaca yang sangat dingin
akan membunuhku (bila aku mandi jinabah), sedangkan Allah Swt. telah berfirman:
'Dan janganlah kalian membunuh diri kalian' (An-Nisa: 29), hingga akhir
ayat." Maka Rasulullah Saw. diam, membiarkan Amr ibnul As.
Kemudian sehubungan dengan ayat ini Ibnu
Murdawaih mengetengahkan sebuah hadis melalui Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari
Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«من
قتل نَفْسَهُ بِحَدِيدَةٍ، فَحَدِيدَتُهُ فِي يَدِهِ، يَجَأُ بِهَا بَطْنَهُ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا،
وَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِسُمٍّ فَسُمُّهُ فِي يَدِهِ، يَتَحَسَّاهُ فِي نَارِ
جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا وَمَنْ تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ
فَقَتَلَ نَفْسَهُ، فَهُوَ مُتَرَدٍّ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا
فِيهَا أَبَدًا»
Barang siapa yang membunuh dirinya sendiri
dengan sebuah besi, maka besi itu akan berada di tangannya yang dipakainya
untuk menusuki perutnya kelak di hari kiamat di dalam neraka Jahannam dalam
keadaan kekal di dalamnya untuk selama-lamanya. Dan barang siapa yang membunuh
dirinya sendiri dengan racun, maka racun itu berada di tangannya untuk ia
teguki di dalam neraka Jahannam dalam keadaan kekal di dalamnya untuk
selama-lamanya.
Hadis ini ditetapkan di dalam kitab Sahihain. Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Abuz Zanad dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah,
dari Nabi Saw. dengan lafaz yang semisal.
Dari Abu Qilabah, dari Sabit ibnu Dahhak r.a.
Disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«مَنْ
قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَيْءٍ عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ»
Barang siapa yang membunuh dirinya dengan
sesuatu, maka kelak pada hari kiamat dia akan diazab dengan sesuatu itu.
Al- Jama'ah telah mengetengahkan hadis tersebut
dalam kitabnya dari jalur Abu Qilabah.
Di dalam kitab Sahihain melalui hadis Al-Hasan
dari Jundub ibnu Abdullah Al-Bajli dinyatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda:
«كَانَ
رَجُلٌ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ وَكَانَ بِهِ جُرْحٌ فَأَخَذَ سِكِّينًا نَحَرَ
بها يده، فما رقأ الدَّمُ حَتَّى مَاتَ،
قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ «عَبْدِي بَادَرَنِي بِنَفْسِهِ، حَرَّمْتُ عَلَيْهِ
الْجَنَّةَ»
Dahulu ada seorang lelaki dari kalangan
umat sebelum kalian yang terluka, lalu ia mengambil sebuah pisau dan memotong
urat nadi tangannya, lalu darah terus mengalir hingga ia mati. Allah Swt.
berfirman, "Hamba-Ku mendahului {Izin)-Ku terhadap dirinya, Aku haramkan
surga atas dirinya."
Karena itu, dalam firman selanjutnya disebutkan:
وَمَنْ يَفْعَلْ ذلِكَ
عُدْواناً وَظُلْماً
Dan barang siapa berbuat demikian dengan
melanggar hak dan aniaya. (An-Nisa: 30)
Maksudnya, barang siapa yang melakukan hal-hal
yang diharamkan Allah terhadap dirinya dengan melanggar kebenaran dan aniaya
dalam melakukannya. Yakni dia mengetahui keharaman perbuatannya dan berani
melanggarnya:
فَسَوْفَ نُصْلِيهِ ناراً
maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam
neraka. (An-Nisa: 30)
Ayat ini mengandung ancaman keras dan peringatan
yang dikukuhkan. Karena itu, semua orang yang berakal dari kalangan orang-orang
yang mempunyai pendengaran dan menyaksikan hendaklah bersikap hati-hati dan
waspada.
Firman Allah Swt.:
إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبائِرَ
مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئاتِكُمْ
Jika kalian menjauhi dosa-dosa besar di antara
dosa-dosa yang dilarang kalian mengerjakannya, niscaya Kami hapus
kesalahan-kesalahan kalian (dosa-dosa kalian yang kecil). (An-Nisa: 31)
Apabila kalian menjauhi dosa-dosa besar yang
dilarang kalian mengerjakannya. maka Kami akan menghapus dosa-dosa kecil
kalian, dan Kami masukkan kalian ke dalam surga. Oleh karena itu, dalam firman
selanjutnya disebutkan:
وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا
كَرِيماً
dan Kami masukkan kalian ke tempat yang mulia
(surga). (An-Nisa: 31)
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Muammal ibnul Hisyam, telah menceritakan kepada kami
Ismail ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Ayyub, dari
Mu'awiyah ibnu Qurrah. dari Anas yang mengatakan, "Kami belum pernah
melihat hal yang semisal dengan apa yang disampaikan kepada kami dari Tuhan
kami, kemudian kami rela keluar meninggalkan semua keluarga dan harta benda, yaitu
diberikan pengampunan bagi kami atas semua dosa selain dosa-dosa besar."
Allah Swt. telah berfirman: Jika kalian menjauhi dosa-dosa besar di antara
dosa-dosa yang dilarang kalian mengerjakannya, niscaya Kami hapuskan
kesalahan-kesalahan kalian (dosa-dosa kalian yang kecil). (An-Nisa: 31),
hingga akhir ayat.
Banyak hadis yang berkaitan dengan makna ayat
ini. Berikut ini akan kami ketengahkan sebagian darinya yang mudah.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا هُشَيم عَنْ مُغِيرة، عَنْ أَبِي مَعْشَر، عَنْ إِبْرَاهِيمَ،
عَنْ قَرْثَع الضَّبِّي، عَنْ سَلْمَانَ الْفَارِسِيِّ قَالَ: قَالَ لِيَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَتَدْرِي مَا يَوْمُ
الْجُمُعَةِ؟ " قُلْتُ: هُوَ الْيَوْمَ الَّذِي جَمَعَ اللَّهُ فِيهِ
أَبَاكُمْ. قَالَ: "لَكِنْ أدْرِي مَا يَوْمُ الجُمُعَةِ، لَا يَتَطَهَّرُ
الرَّجُلُ فيُحسِنُ طُهُوره، ثُمَّ يَأْتِي الجُمُعة فيُنصِت حَتَّى يَقْضِيَ
الْإِمَامُ صَلَاتَهُ، إِلَّا كَانَ كَفَّارَةً لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ
الْجُمُعَةِ الْمُقْبِلَةِ، مَا اجْتُنبت الْمَقْتَلَةُ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Hassyim, dari Mugirah, dari Abu Ma'syar, dari Ibrahim, dari Marba'
Ad-Dabbi, dari Salman Al-Farisi yang menceritakan bahwa Nabi Saw. pernah
bersabda kepadanya, "Tahukah kamu, apakah hari Jumat itu?"
Salman Al-Farisi menjawab, "Hari Jumat adalah hari Allah menghimpun kakek
moyangmu (yakni hari kiamat terjadi pada hari Jumat)." Nabi Saw. bersabda:
Tetapi aku mengetahui apakah hari Jumat itu. Tidak sekali-kali seorang
lelaki bersuci dan ia melakukannya dengan baik, lalu ia mendatangi salat Jumat
dan diam mendengarkan khotbah hingga imam menyelesaikan salatnya, melainkan
hari Jumat itu merupakan penghapus bagi dosa-dosa (kecil)nya antara Jumat itu
sampai Jumat berikutnya selagi dosa-dosa yang membinasakan (dosa besar) dijauhi
(nya).
Imam Bukhari meriwayatkan hal yang semisal dari
jalur yang lain, melalui Salman.
قَالَ أَبُو جَعْفَرِ بْنُ
جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي الْمُثَنَّى [بْنُ إِبْرَاهِيمَ] حَدَّثَنَا أَبُو صَالِحٍ،
حَدَّثَنَا اللَّيْثُ، حَدَّثَنِي خَالِدٌ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِلَالٍ، عَنْ
نُعَيْمٍ المُجْمر، أَخْبَرَنِي صُهَيْبٌ مَوْلَى العُتْوارِي، أَنَّهُ سَمِعَ
مِنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَأَبِي سَعِيدٍ يَقُولَانِ: خَطَبَنَا رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فَقَالَ: "وَالَّذِي نَفْسي
بِيَدِهِ" -ثَلَاثَ مَرَّاتٍ-ثُمَّ أكَبَّ، فَأَكَبَّ كُلُّ رَجُلٍ مِنَّا
يَبْكِي، لَا نَدْرِي عَلَى مَاذَا حَلَفَ عَلَيْهِ ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ وَفِي
وَجْهِهِ الْبِشْرُ فَكَانَ أَحَبَّ إِلَيْنَا مِنْ حُمْر النَّعَم، فَقَالَ
[صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ] مَا مِنْ عَبْدٍ يُصَلِّي الصَّلَواتِ
الخمسَ، ويَصُومُ رمضانَ، ويُخرِج الزَّكَاةَ، ويَجْتنبُ الْكَبَائِرَ السَّبعَ،
إِلَّا فُتِحتْ لَهُ أبوابُ الجَنَّةِ، ثُمَّ قِيلَ لَهُ: ادْخُل بسَلامٍ".
Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah
menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Abu Saleh,
telah menceritakan kepada kami Al-Lais, telah menceritakan kepadaku Khalid,
dari Sa'id ibnu Abu Hilal, dari Na'im Al-Mujammar, telah menceritakan kepadaku
Suhaib maula As-sawari; ia pernah mendengar Abu Hurairah dan Abu Sa'id
menceritakan hadis berikut, bahwa Rasulullah Saw. di suatu hari berkhotbah
kepada para sahabat. Beliau Saw. bersabda, "Demi Tuhan yang jiwaku
berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya." Kalimat ini diucapkannya
tiga kali, lalu beliau menundukkan kepalanya. Maka masing-masing dari kami
menundukkan kepala pula seraya menangis; kami tidak mengetahui apa yang dialami
oleh beliau. Setelah itu beliau mengangkat kepalanya, sedangkan pada roman
wajahnya tampak tanda kegembiraan; maka hal tersebut lebih kami sukai ketimbang
mendapatkan ternak unta yang unggul. Lalu Nabi Saw. bersabda: Tidak
sekali-kali seorang hamba salat lima waktu, puasa Ramadan, menunaikan zakat,
dan menjauhi tujuh dosa besar, melainkan dibukakan baginya semua pintu surga,
kemudian dikatakan kepadanya, "Masuklah dengan selamat."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Nasai dan
Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui hadis Al-Lais ibnu Sa'd dengan
lafaz yang sama. Imam Hakim meriwayatkan pula —juga Ibnu Hibban— di dalam kitab
sahihnya melalui hadis Abdullah ibnu Wahb, dari Amr ibnul Haris', dari Sa'id
ibnu Abu Hilal dengan lafaz yang sama. Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa
hadis ini sahih dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak
mengetengahkannya.
Disebut di dalam kitab Sahihain:
مِنْ
حَدِيثِ سُلَيْمَانَ بْنِ بِلَالٍ، عَنْ ثَوْر بْنِ زَيْدٍ، عَنْ سَالِمٍ أَبِي
الْغَيْثِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: "اجْتَنِبُوا السبعَ المُوبِقَاتِ" قِيلَ: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، وَمَا هُنَّ؟ قَالَ: "الشِّركُ بِاللَّهِ، وقَتْلُ النَّفْس الَّتِي
حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ، والسِّحرُ، وأكْلُ الرِّبَا، وَأَكْلُ مَالِ
الْيَتِيمِ، والتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْف، وقَذْفُ المحصنَات الْمُؤْمِنَاتِ
الْغَافِلَاتِ"
melalui hadis Sulaiman ibnu Hilal, dari Saur ibnu
Zaid, dari Salim Abul Gais, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda: "Jauhilah oleh kalian tujuh dosa yang membinasakan."
Dikatakan, "Wahai Rasulullah, apa sajakah hal itu?" Nabi Saw.
bersabda, "Mempersekutukan Allah, membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) kecuali dengan alasan yang benar. sihir, memakan riba, memakan
harta anak yatim, lari dari medan perang (sabilillah), dan menuduh berzina
wanita mukmin yang memelihara kehormatannya yang sedang lalai."
Jalur lain dari
Abu Hurairah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
حَدَّثَنَا
أَبِي، حَدَّثَنَا فَهْد بْنُ عَوْف، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانة، عَنْ عَمْرو بْنِ
أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم قال: "الْكَبَائِرُ سَبْعٌ، أَوَّلُهَا
الإشراكُ بِاللَّهِ، ثُمَّ قَتْل النَّفْس بِغَيْرِ حَقِّهَا، وأكْلُ الرِّبَا،
وأَكْلُ مَالِ اليتيمِ إِلَى أَنْ يَكْبُرَ، والفِرَارُ مِنَ الزَّحْفِ، ورَميُ
الْمُحْصَنَاتِ، وَالِانْقِلَابُ إِلَى الْأَعْرَابِ بَعْدَ الهِجْرَةِ"
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami
ayahku, telah menceritakan kepada kami Fahd ibnu Auf, telah menceritakan kepada
kami Abu Uwwanah, dari Amr ibnu Abu Salamah, dari ayahnya, dari Abu Hurairah
secara marfu', bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Dosa besar itu
ada tujuh macam, yang pertama ialah mempersekutukan Allah, kemudian membunuh
jiwa tanpa alasan yang hak, memakan riba, memakan harta anak yatim sampai ia
dewasa, lari dari medan perang, menuduh wanita yang terpelihara kehormatannya
berbuat zina, dan kembali ke perkampungan sesudah hijrah.”
Nas yang menyatakan bahwa dosa-dosa besar yang
tujuh macam ini tidak berarti meniadakan dosa-dosa besar selainnya, kecuali
menurut pendapat orang yang berpegang kepada pengertian kata kiasan. Tetapi
pendapat ini lemah jika tidak dibarengi dengan adanya qarinah, terlebih
lagi bila adanya dalil yang kuat bagi mantuq yang menunjukkan tidak ada
penafsiran lain, seperti yang akan kami ketengahkan dalam pembahasan berikut.
Di antara hadis-hadis yang mengandung penjelasan
dosa-dosa besar selain ketujuh macam dosa di atas ialah diriwayatkan oleh Imam
Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya.
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ كَامِلٍ
الْقَاضِي، إِمْلَاءً حَدَّثَنَا أَبُو قِلَابَةَ عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ
مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ هَانِئٍ، حَدَّثَنَا حَرْب بْنُ شَدَّاد،
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ عَبْدِ الْحَمِيدِ بْنِ سِنَان، عَنْ
عُبَيْدِ بْنِ عُمَيْر، عَنْ أَبِيهِ -يَعْنِي عُمَير بْنَ قَتَادَةَ-رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ حَدَّثَهُ -وَكَانَتْ لَهُ صُحْبَةٌ-أن رسول الله صلى الله
عليه وسلم قَالَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ: "أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ
المُصَلُّون مَنْ يُقِيم الصلواتِ الخمسَ الَّتِي كُتبت عَلَيْهِ، ويَصومُ
رَمَضَانَ ويَحتسبُ صومَهُ، يَرَى أَنَّهُ عَلَيْهِ حَقٌّ، ويُعطي زكاةَ مَالِهِ
يَحْتسِبها، وَيَجْتَنِبُ الْكَبَائِرَ الَّتِي نَهَى اللَّهُ عَنْهَا".
ثُمَّ إِنَّ رَجُلًا سَأَلَهُ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا الْكَبَائِرُ؟
فَقَالَ: "تِسْعٌ: الشِّركُ بِاللَّهِ، وقَتْلُ نَفْسِ مُؤْمِنٍ بِغَيْرِ
حَقٍّ وفِرارُ يَوْمِ الزّحْفِ، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ، وَأَكْلُ الرِّبا،
وقذفُ المُحصنَة وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ الْمُسْلِمَيْنِ، وَاسْتِحْلَالُ
الْبَيْتِ الْحَرَامِ قِبْلَتِكُمْ أَحْيَاءً وَأَمْوَاتًا، ثُمَّ قَالَ: لَا
يَمُوتُ رَجُلٌ لَا يَعْمَلُ هَؤُلَاءِ الْكَبَائِرَ، وَيُقِيمُ الصَّلَاةَ،
ويُؤتِي الزَّكَاةَ، إِلَّا كَانَ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِي دَارٍ أَبْوَابُهَا مَصَارِيعٌ مِنْ ذَهَبٍ".
Imam Hakim mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Ahmad ibnu Kamil Al-Qadi secara imla, telah menceritakan kepada kami Abu
Qilabah (yaitu Abdul Malik ibnu Muhammad), telah menceritakan kepada kami Mu'az
ibnu Hani', telah menceritakan kepada kami Harb ibnu Syaddad, telah
menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abu Kasir, dari Abdul Hamid ibnu Sinan,
dari Ubaid ibnu Uniair, dari ayahnya (yakni Umair ibnu Qatadah r.a.) yang
mempunyai predikat sahabat, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda dalam haji
wada'-nya: Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu adalah orang-orang
yang salat, yaitu orang yang mendirikan salat lima waktu yang diwajibkan atas
dirinya, puasa Ramadan karena mengharapkan pahala Allah dan memandangnya
sebagai suatu kewajiban baginya, dan menunaikan zakat hartanya dengan
mengharapkan pahala Allah, dan menjauhi dosa-dosa besar yang dilarang oleh
Allah. Kemudian ada seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah
dosa-dosa besar itu?” Maka Nabi Saw. menjawab: Ada sembilan macam, yaitu
mempersekutukan Allah, membunuh jiwa yang mukmin tanpa alasan yang hak, lari
dari medan perang, memakan harta anak yatim, memakan riba, menuduh berzina
wanita yang memelihara kehormatannya, menyakiti kedua orang tua yang
kedua-duanya muslim, menghalalkan Baitul Haram kiblat kalian dalam keadaan
hidup dan mati, kemudian seseorang mati dalam keadaan tidak mengerjakan
dosa-dosa besar tersebut, dan ia mendirikan salat serta menunaikan zakat,
melainkan ia kelak akan bersama Nabi Saw. di dalam istana yang terbuat dari
emas (yakni di dalam surga).
Demikianlah menurut riwayat Imam Hakim secara
panjang lebar. Imam Abu Daud dan Imam Nasai mengetengahkannya secara ringkas
melalui hadis Mu'az ibnu Hani' dengan sanad yang sama. Ibnu Abu Hatim
meriwayatkannya pula melalui hadis Mu’az ibnu Hani" dengan panjang lebar.
Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa para perawi hadis ini menurut kitab Sahihain
dapat dijadikan sebagai hujah, kecuali Abdul Hamid ibnu Sinan.
Menurut kami, Abdul Hamid ibnu Sinan adalah
seorang ulama Hijaz; ia tidak dikenal kecuali melalui hadis ini. Ibnu Hibban
menyebutkannya sebagai seorang yang berpredikat siqah di dalam kitab
As-siqat-nya. Imam Bukhari mengatakan bahwa hadis yang diriwayatkan olehnya
masih perlu dipertimbangkan.
Ibnu Jarir meriwayatkan hadis ini dari Sulaiman
ibnu Sabit Al-Juhdari, dari Salim ibnu Salam, dari Ayyub ibnu Atabah, dari
Yahya ibnu Abu Kasir, dari Ubaid ibnu Umair, dari ayahnya, lalu ia menyebutkan
hadis ini tanpa menyebut nama Abdul Hamid ibnu Sinan di dalam sanadnya.
Hadis lain yang semakna dengan hadis di atas
diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih.
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ، حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ عَبْدِ الْحَمِيدِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُسْلِمِ بْنِ
الْوَلِيدِ، عَنِ الْمُطَّلِبِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حَنْطَبٍ عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: صَعِدَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
الْمِنْبَرَ فَقَالَ: "لَا أقْسِمُ، لَا أقْسِمُ". ثُمَّ نَزَلَ
فَقَالَ: "أبْشِرُوا، أبْشِرُوا، مَنْ صَلَّى الصَّلَوَاتِ الْخَمْسَ،
واجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ السَّبعَ، نُودِيَ مِنْ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ:
ادخُل". قَالَ عَبْدُ الْعَزِيزِ: لَا أَعْلَمُهُ إِلَّا قَالَ:
"بِسَلَامٍ". قَالَ الْمُطَّلِبُ: سَمِعْتُ مَنْ سَأَلَ عَبْدَ اللَّهِ
بْنَ عَمْرو: أَسْمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَذْكُرُهُنَّ؟ قَالَ: نَعَمْ: "عُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ، وإشْرَاكٌ
بِاللَّهِ، وقَتْلُ النَّفْسِ، وقَذْفُ المُحْصنات، وأكْلُ مالِ اليتيمِ،
والفِرارُ مِنَ الزَّحفِ، وأكْلُ الرِّبَا"
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami
Abdullah ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Yunus, telah
menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdul Hamid, telah menceritakan kepada kami
Abdul Aziz, dari Muslim ibnul Walid, dari Al-Muttalib, dari Abdullah ibnu
Hantab, dari Ibnu Umar yang menceritakan bahwa Nabi Saw. naik ke mimbar, lalu
bersabda: Aku bersumpah, aku bersumpah. Kemudian beliau turun dan bersabda:
Gembiralah, gembiralah kalian; barang siapa yang mengerjakan salat lima
waktu dan menjauhi tujuh dosa-dosa besar, kelak ia akan diseru dari semua pintu
surga, "Masuklah" Abdul Aziz mengatakan, "Aku merasa yakin
bahwa beliau pun mengatakan, 'Dengan selamat"." Al-Muttalib
mengatakan bahwa ia pernah mendengar seseorang bertanya kepada Abdullah Ibnu
Umar, "Apakah engkau mendengarnya dari Rasulullah Saw.?" Ibnu Umar
menjawab: Ya, yaitu menyakiti kedua orang tua, mempersekutukan Allah,
membunuh jiwa, menuduh berzina wanita yang memelihara kehormatannya, memakan
harta anak yatim, lari dari medan perang, dan memakan riba.
Hadis lain yang semakna diriwayatkan oleh Abu
Ja'far ibnu Jarir di dalam kitab tafsirnya.
حَدَّثَنَا
يَعْقُوبُ، حَدَّثَنَا ابْنُ عُلَيَّةَ، أَخْبَرَنَا زِيَادُ بْنُ مِخْرَاق عَنْ
طَيْسَلَةَ بْنِ مَيَّاسٍ قَالَ: كُنْتُ مَعَ النَّجدات، فَأَصَبْتُ ذُنُوبًا لَا
أَرَاهَا إِلَّا مِنَ الْكَبَائِرِ، فَلَقِيتُ ابْنَ عُمَر فَقُلْتُ لَهُ: إِنِّي
أَصَبْتُ ذُنُوبا لَا أَرَاهَا إِلَّا مِنَ الْكَبَائِرِ قَالَ: مَا هِيَ؟ قُلْتُ:
أَصَبْتُ كَذَا وَكَذَا. قَالَ: لَيْسَ مِنَ الْكَبَائِرِ. قُلْتُ: وَأَصَبْتُ
كَذَا وَكَذَا. قَالَ: لَيْسَ مِنَ الْكَبَائِرِ قَالَ -بِشَيْءٍ لَمْ يُسَمِّهِ
طَيْسَلَة-قَالَ: هِيَ تِسْعٌ وَسَأَعُدُّهُنَّ عَلَيْكَ: الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ،
وَقَتْلُ النَّفْسِ بِغَيْرِ حَقِّهَا وَالْفِرَارُ مِنَ الزَّحْفِ، وَقَذْفُ
الْمُحْصَنَةِ، وَأَكْلُ الرِّبَا، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ ظُلْمًا،
وَإِلْحَادٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ، وَالَّذِي يَسْتَسْحِرُ وَبُكَاءُ
الْوَالِدَيْنِ مِنَ الْعُقُوقِ. قَالَ زِيَادٌ: وَقَالَ طَيْسَلَةُ لَمَّا رَأَى
ابْنَ عُمَرَ: فَرَقي. قَالَ: أَتُخَافُ النَّارَ أَنْ تَدْخُلَهَا؟ قُلْتُ:
نَعَمْ. قَالَ: وَتُحِبُّ أَنْ تَدْخُلَ الْجَنَّةَ؟ قُلْتُ: نَعَمْ. قَالَ:
أَحَيٌّ وَالِدَاكَ؟ قُلْتُ: عِنْدِي أُمِّي. قَالَ: فَوَاللَّهِ لَئِنْ أَنْتَ
ألَنْتَ لَهَا الْكَلَامَ، وَأَطْعَمْتَهَا الطَّعَامَ، لَتَدْخُلَنَّ الْجَنَّةَ
مَا اجْتَنَبْتَ الْمُوجِبَاتِ
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami
Ibnu Ulayyah, telah menceritakan kepada kami Ziyad ibnu Mikhraq, dari Taisalah
ibnu Miyas yang menceritakan bahwa ketika ia baru masuk Islam, ia melakukan
banyak perbuatan dosa yang menurut pendapatnya adalah termasuk dosa-dosa besar,
lalu ia bersua dengan Ibnu Umar, lalu bertanya kepadanya, "Sesungguhnya
aku telah melakukan banyak dosa yang menurut pendapatku adalah dosa
besar." Ibnu Umar berkata, "Apa sajakah yang telah engkau
lakukan?" Aku (Taisalah) menjawab, "Aku telah melakukan dosa anu dan
anu." Ibnu Umar berkata, "Itu bukan dosa besar." Aku berkata, "Aku
telah melakukan pula dosa anu dan anu." Ibnu Umar menjawab, "Itu
bukan dosa besar." Ibnu Ulayyah berkata, "Apa sajakah yang tidak
disebutkan oleh Taisalah?" Ziyad ibnu Mikhraq menjawab, "Yang tidak
disebutkan oleh Taisalah ada sembilan macam," seperti dalam penjelasan
berikut: Mempersekutukan Allah, membunuh jiwa tanpa hak, lari dari medan
perang, menuduh berzina wanita yang terpelihara kehormatannya, memakan riba,
memakan harta anak yatim secara aniaya, menghalalkan kesucian Masjidil Haram,
melakukan sihir, dan membuat kedua orang tua menangis termasuk menyakitinya
(yakni dosa besar). Ziyad melanjutkan kisahnya, bahwa Taisalah mengatakan,
ketika Ibnu Umar akan berpisah meninggalkannya, berkatalah Ibnu Umar,
"Apakah kamu takut masuk neraka?" Aku (Taisalah) menjawab,
"Ya." Ibnu Umar bertanya, "Kamu juga ingin masuk surga?"
Aku menjawab, "Ya." Ibnu Umar berkata, "Hormatilah kedua orang
tuamu." Aku berkata, "Aku hanya mempunyai ibu." Ibnu Umar
berkata, "Jika kamu dapat berkata lemah lembut kepadanya dan memberinya
makan, niscaya kamu benar-benar akan masuk surga selagi kamu menjauhi dosa-dosa
yang memastikan kamu masuk neraka."
Jalur Lain
diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami
Sulaiman ibnu Sabit Al-Juh dari Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami
Salamah ibnu Salam, telah menceritakan kepada kami Ayyub ibnu Atabah, dari
Taisalah ibnu Ali An-Nahdi yang menceritakan, "Aku datang menjumpai Ibnu
Umar yang sedang berteduh di bawah sebuah pohon siwak di hari Arafah, saat itu
ia sedang menuangkan air ke atas kepala dan wajahnya. Lalu aku bertanya,
'Ceritakanlah kepadaku tentang dosa-dosa besar!' Ibnu Umar menjawab, 'Ada
sembilan macam. Aku bertanya, "Apa sajakah?' Ibnu Umar menjawab,
'Mempersekutukan Allah, menuduh berzina wanita yang terpelihara kehormatannya.'
Aku bertanya, 'Tentu saja sebelum membunuh jiwa." Ibnu Umar berkata, 'Ya,
juga membunuh jiwa, yaitu membunuh jiwa yang mukmin, lari dari medan perang,
sihir, memakan riba, memakan harta anak yatim, menyakiti kedua orang tua, dan
menghalalkan kesucian Masjidil Haram, kiblat kalian dalam keadaan hidup dan
mati'."
Demikianlah Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui
dua jalur tersebut secara mauquf (hanya sampai pada Ibnu Umar).
Ali ibnul Ja'd meriwayatkannya dari Ayyub ibnu
Atabah, dari Taisalah ibnu Ali yang menceritakan bahwa ia datang menemui Ibnu
Umar di sore hari pada hari Arafah. Saat itu Ibnu Umar berada di bawah naungan
pohon siwak sedang menuangkan air ke atas kepalanya. Lalu ia bertanya kepada
Ibnu Umar tentang dosa-dosa besar. Maka Ibnu Umar menjawab bahwa ia pernah
mendengar Rasulullah Saw. bersabda bahwa dosa besar itu ada tujuh macam. Abu
(Taisalah) bertanya, "Apa sajakah hal itu?" Ibnu Umar menjawab,
"Mempersekutukan Allah dan menuduh berzina wanita yang terpelihara
kehormatannya." Aku bertanya, "Tentu saja sebelum membunuh?"
Ibnu Umar menjawab, "Ya, sebelum membunuh, yaitu membunuh jiwa yang
mukmin, lari dari medan perang, melakukan sihir, memakan riba, memakan harta
anak yatim, menyakiti kedua orang tua, menghalalkan kesucian Baitullah, kiblat
kalian dalam keadaan hidup dan mati."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Al-Hasan ibnu
Musa Al-Asyyab, dari Ayyub ibnu Atabah Al-Yamani, tetapi di dalamnya terkandung
kelemahan.
Hadis lain diriwayatkan
oleh Imam Ahmad.
حَدَّثَنَا زَكَرِيَّا بْنُ عَديّ،
حَدَّثَنَا بَقِيَّة، عَنْ بَحير بْنُ سَعْدٍ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدان: أَنَّ
أَبَا رُهْم السَّمَعِيَّ حَدَّثَهُمْ، عَنْ أَبِي أَيُّوبَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ عَبَدَ اللَّهَ لَا
يُشرِكُ بِهِ شَيْئًا، وَأَقَامَ الصَّلَاةَ، وَآتَى الزَّكَاةَ، وَصَامَ
رَمَضَانَ، واجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ، فَلَهُ الْجَنَّةُ -أَوْ دَخَلَ
الْجَنَّةَ" فَسَأَلَهُ رَجُلٌ: مَا الْكَبَائِرُ؟ فَقَالَالشِّرْكُ
بِاللَّهِ، وقَتْلُ نَفْسٍ مُسْلِمَةٍ، والفِرار يَوْمَ الزَّحْف".
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami
Zakaria ibnu Addi, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah, dari Yahya ibnu
Sa'id, dari Khalid ibnu Ma'dan, bahwa Abu Rahin As-Sam’i pernah menceritakan
kepada mereka hadis berikut dari Abu Ayyub yang pernah mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. telah bersabda: Barang siapa yang menyembah Allah tanpa
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, mendirikan salat, menunaikan zakat,
puasa Ramadan, dan menjauhi dosa-dosa besar, maka baginya surga atau niscaya ia
masuk surga. Lalu ada seorang lelaki bertanya, "Apakah dosa-dosa besar
itu?" Nabi Saw. Menjawab: Mempersekutukan Allah, membunuh jiwa yang
muslim, dan lari dari medan perang.
Imam Ahmad meriwayatkannya pula, dan Imam Nasai melalui
banyak jalur periwayatan dari Baqiyyah.
Hadis lain diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih di
dalam kitab tafsirnya melalui jalur Sulaiman ibnu Daud Al-Yamani —orangnya
daif—, dari Az-Zuhri, dari Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Muhammad ibnu Umar ibnu
Hazm, dari ayahnya, dari kakeknya yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw.
mengirim surat kepada penduduk negeri Yaman yang isinya mengandung hal-hal yang
fardu, sunat-sunat, dan masalah diat. Surat itu dibawa oleh Amr ibnu Hazm.
Di dalam surat tersebut antara Lain tertulis:
"إِنَّ أَكْبَرَ الْكَبَائِرِ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ: إشْراكٌ باللهِ وقَتْل النفْسِ الْمُؤْمِنَةِ بِغَيْرِ حَقٍّ،
والفِرارُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَوْمَ الزَّحْفِ، وعُقوق الْوَالِدَيْنِ، ورَمْي
الْمُحْصَنَةِ، وتَعَلُّم السحر، وأكل الربا، وأكل مال اليتيم"
Sesungguhnya dosa yang paling besar di sisi
Allah pada hari kiamat ialah mempersekutukan Allah, membunuh jiwa yang mukmin
tanpa hak, lari dari medan perang sabilillah, menyakiti kedua orang tua,
menuduh berzina wanita yang terpelihara kehormatannya, belajar sihir, memakan
riba, dan memakan harta anak yatim.
Hadis lain
mengenai masalah ini disebutkan di dalamnya kesaksian palsu.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حدثنا شُعْبَةُ،
حَدَّثَنِي عُبَيد اللَّهِ بْنُ أَبِي بَكْرٍ قَالَ: سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ
مَالِكٍ قَالَ: ذَكَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
الْكَبَائِرَ -أَوْ سُئِلَ عَنِ الْكَبَائِرِ-فَقَالَ: "الشِّرْكُ بِاللَّهِ،
وقَتْلُ النفْسِ، وعُقوق الْوَالِدَيْنِ". وَقَالَ: "أَلَا أُنْبِئُكُمْ
بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ؟ " قَالَ: "قَوْلُ الزُّورِ -أَوْ شَهَادَةُ
الزُّورِ". قَالَ شُعْبَةُ: أَكْبَرُ ظَنِّي أَنَّهُ قَالَ"
"شَهَادَةُ الزُّورِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, telah
menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Abu Bakar yang mengatakan bahwa ia pernah
mendengar Anas ibnu Malik menceritakan hadis berikut, bahwa Rasulullah Saw.
menuturkan perihal dosa-dosa besar atau ditanya mengenai dosa-dosa besar.
Beliau Saw. bersabda: "Mempersekutukan Allah, membunuh jiwa, dan
menyakiti kedua orang tua." Dan Nabi Saw. bersabda, "Maukah aku
ceritakan kepada kalian tentang dosa yang paling besar?" Kami (para
sahabat) berkata, "Tentu saja mau." Nabi Saw. bersabda, "Mempersekutukan
Allah dan ucapan atau kesaksian palsu."
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya
melalui hadis Syu'bah dengan lafaz yang sama. Ibnu Murdawaih meriwayatkannya
melalui dua jalur lain yang kedua-duanya garib, dari Anas dengan lafaz yang
semisal.
Hadis Lain diketengahkan oleh Syaikhain (Imam
Bukhari dan Imam Muslim) melalui hadis Abdur Rahman ibnu Abu Bakar, dari
ayahnya, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
"أَلَا أُنْبِئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ؟ "،
قُلْنَا: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: "الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ،
وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ" وَكَانَ مُتَّكِئًا فَجَلَسَ فَقَالَ: "أَلَا
وَشَهَادَةُ الزُّورِ، أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ". فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا
حَتَّى قُلْنَا: لَيْتَهُ سَكَتَ
"Maukah aku ceritakan kepada kalian
tentang dosa-dosa besar?" Kami menjawab, "Tentu saja mau, wahai
Rasulullah." Nabi Saw. bersabda, "Mempersekutukan Allah dan
menyakiti kedua orang tua." Tadinya beliau bersandar, lalu duduk dan
bersabda, "Ingatlah, dan kesaksian palsu, ingatlah, dan perkataan
dusta." Nabi Saw. terus mengulang-ulang sabdanya, hingga kami berharap
seandainya beliau diam.
Hadis lain
disebutkan di dalamnya tentang membunuh anak.
Hadis ini ditetapkan di dalam kitab Sahihain
melalui Abdullah ibnu Mas'ud yang menceritakan:
قُلْتُ:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ؟ -وَفِي رِوَايَةٍ:
أَكْبَرُ-قَالَ: "أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدا وَهُوَ خَلَقكَ" قُلْتُ:
ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: "أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ خَشْيَةَ أَنْ يَطْعَم
مَعَكَ". قُلْتُ: ثُمَّ أي؟ قَالَ: "أَنْ تُزاني حَلِيلَةَ جارِك"
ثُمَّ قَرَأَ: {وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ [وَلا
يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ وَلا يَزْنُونَ
وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا] } إِلَى قَوْلِهِ: {إِلا مَنْ تَابَ}
Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, dosa apakah
yang paling berat —menurut riwayat yang lain disebutkan paling besar—?"
Nabi Saw. bersabda, "Bila kamu membuat tandingan bagi Allah, padahal
Dialah yang menciptakan kamu." Aku bertanya, "Kemudian apa
lagi?" Beliau Saw. bersabda, "Bila kamu membunuh anakmu karena takut
ia makan bersamamu." Aku bertanya lagi, "Kemudian apa lagi?"
Beliau Saw. menjawab, "Bila kamu berbuat zina dengan istri
tetanggamu." Kemudian beliau Saw. membacakan firman-Nya: Dan
orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah. (Al-Furqan:
68) sampai dengan firman-Nya: kecuali orang-orang yang bertobat.
(Al-Furqan: 70)
Hadis lain
menyebutkan meminum khamr.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb,
telah menceritakan kepadaku Ibnu Sakhr, bahwa ada seorang lelaki menceritakan
hadis kepadanya, dari Imarah ibnu Hazm, bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu
Amr ibnul As yang sedang berada di Hijr (Ismail) di Mekah, lalu ia (Imarah)
bertanya kepadanya mengenai khamr. Abdullah ibnu Amr menjawab, "Demi
Allah, sesungguhnya merupakan dosa besar jika seorang syekh seperti aku berdusta
terhadap Rasulullah Saw. di tempat ini." Lalu Imarah pergi, dan lelaki itu
bertanya kepada Imarah; maka Imarah kembali (untuk bertanya), lalu ia bercerita
bahwa ia bertanya kepada Abdullah ibnu Amr tentang khamr. Maka Abdullah ibnu
Amr menjawab, "Minum khamr merupakan dosa paling besar, dan merupakan
biang dari segala perbuatan keji. Barang siapa yang minum khamr, niscaya ia
meninggalkan salat, dan menyetubuhi ibu dan semua bibinya, baik dari pihak ibu
ataupun dari pihak ayah."
Bila ditinjau dari segi ini, hadis berpredikat
garib.
Jalur lain diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar
ibnu Murdawaih melalui hadis Abdul Aziz ibnu Muhammad Ad-Darawardi, dari Daud
ibnu Saleh. dari Salim ibnu Abdullah, dari ayahnya, bahwa Abu Bakar As-Siddiq
dan Umar ibnul Khattab serta sejumlah sahabat Rasulullah Saw. duduk berkumpul
setelah Rasulullah Saw. wafat, lalu mereka membicarakan tentang dosa yang
paling besar, tetapi pembicaraan mereka menemui jalan buntu. Lalu mereka
mengutusku kepada Abdullah ibnu Amr ibnul As untuk menanyakan kepadanya tentang
masalah tersebut. Abdullah ibnu Amr menceritakan kepadaku bahwa dosa yang
paling besar ialah meminum khamr. Aku kembali kepada mereka dan menceritakan
jawaban itu kepada mereka. Mereka mengingkari jawaban tersebut. Akhirnya karena
tidak puas, maka mereka semua mendatangi Abdullah ibnu Amr di rumahnya.
Abdullah ibnu Amr menceritakan kepada mereka bahwa para sahabat pernah
berbicara di hadapan Rasulullah Saw., menceritakan suatu kisah sebagai berikut:
Dahulu ada seorang raja dari kalangan Bani Israil menangkap seorang lelaki.
Kemudian raja menyuruh lelaki itu memilih antara minum khamr, atau membunuh
jiwa, atau berzina atau makan daging babi; jika tidak mau, maka raja akan
membunuhnya. Akhirnya si lelaki memilih meminum khamr (yang menurutnya
dipandang paling ringan di antara semua alternatif). Ternyata setelah ia minum
khamr, semua perbuatan yang tadinya ia tolak, kini berani ia lakukan.
Sesungguhnya Rasulullah Saw. bersabda kepada kami sebagai jawabannya:
"مَا مِنْ أَحَدٍ يَشْرَبُ خَمْرًا إِلَّا لَمْ تُقْبَلْ لَهُ
صَلاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً، وَلَا يَمُوتُ أَحَدٌ فِي مَثَانَتِهِ مِنْهَا
شَيْءٌ إِلَّا حَرَّم اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ فإنْ مَاتَ فِي أَرْبَعِينَ
لَيْلَةً مَاتَ ميتَةً جَاهِلِيَّةً".
Tidak sekali-kali seorang hamba minum khamr
melainkan salat-nya tidak diterima selama empat puluh malam, dan tidak
sekali-kali seseorang mati sedang di dalam perutnya terdapat sesuatu dari khamr
melainkan Allah mengharamkan surga atas dirinya; dan jika ia mati dalam masa
empat puluh malam (sesudah minum khamr), maka matinya adalah mati Jahiliah.
Hadis ini sangat garib bila ditinjau dari segi
sanad; akan tetapi Daud ibnu Saleh yang disebut dalam sanadnya dikenal dengan
nama "At-Tammar Al-Madani maula orang-orang Ansar", Imam Ahmad
sehubungan dengannya mengatakan, "Menurut hematku, dia tidak mengapa
(hadisnya dapat dipakai)." Ibnu Hibban menyebutkannya di dalam kitab
As-Siqat, "Aku belum pernah melihat seseorang men-tajrih-nya
(men-daif-kan dia)."
Hadis lain
diriwayatkan dari Abdullah ibnu Amr, di dalamnya disebutkan sumpah palsu.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبة،
عَنْ فِرَاسٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرو، عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "أَكْبَرُ الْكَبَائِرِ
الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ، وعُقُوق الْوَالِدَيْنِ، أَوْ قَتْل النَّفْس -شُعْبَةُ
الشَّاكُّ-وَالْيَمِينُ الغَمُوس"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Firas,
dari Asy-Sya'bi, dari Abdullah ibnu Amr, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Dosa-dosa
yang paling besar ialah mempersekutukan Allah, menyakiti kedua orang tua, atau
membunuh jiwa —Syu'bah ragu— dan sumpah palsu (dusta).
Imam Bukhari, Imam Turmuzi dan Imam Nasai
meriwayatkannya melalui hadis Syu'bah. Imam Bukhari menambahkan, demikian pula
Syaiban; keduanya menerima hadis ini dari Firas dengan lafaz yang sama.
Hadis lain
tentang sumpah dusta.
قَالَ
ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا أَبُو صَالِحٍ كَاتِبُ
اللَّيْثِ، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ بْنُ سَعْدٍ، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ سَعْدٍ،
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ يَزِيدَ بْنِ مُهَاجِرِ بْنِ قُنْفُذ التَّيْمِيِّ، عَنْ
أَبِي أُمَامَةَ الْأَنْصَارِيِّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أُنَيْسٍ
الْجُهَنِيِّ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
أَكْبَرُ الْكَبَائِرِ الشِّرْكُ بِاللَّهِ، وعُقوق الْوَالِدَيْنِ، وَالْيَمِينُ
الغَمُوس، وَمَا حَلَفَ حَالِفٌ بِاللَّهِ يَمِينَ صَبْر فَأَدْخَلَ فِيهَا مِثْلَ
جَنَاحِ الْبَعُوضَةِ، إِلَّا كَانَتْ وَكْتَةً فِي قَلْبِهِ إِلَى يَوْمِ
الْقِيَامَةِ".
Imam Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abu Saleh juru tulis Al-Lais, telah menceritakan
kepada kami Al-Lais ibnu Sa’d, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu
Sa'id, dari Muhammad ibnu Yazid ibnu Muhajir ibnu Qunfuz At-Taimi, dari Abu
Umamah Al-Ansari, dari Abdullah ibnu Unais Al-Juhanni dari Rasulullah Saw. yang
telah bersabda: Dosa yang paling besar ialah mempersekutukan Allah,
menyakiti kedua orang tua, sumpah dusta, dan tidak sekali-kali seseorang
bersumpah dengan menyebut nama Allah sumpah yang teguh, lalu ia memasukkan ke
dalam sumpahnya itu (kedustaan) seberat sayap nyamuk, melainkan hal itu akan
menjadi titik noda di dalam hatinya sampai hari kiamat.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Ahmad di
dalam kitab musnadnya, juga oleh Abdu ibnu Humaid di dalam kitab tafsirnya;
keduanya dari Yunus ibnu Muhammad Al-Muaddib, dari Al-Lais ibnu Sa'd dengan
lafaz yang sama.
Imam Turmuzi mengetengahkannya dari Abdu ibnu
Humaid dengan lafaz yang sama, dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini
hasan garib. Abu Umamah Al-Ansari adalah Ibnu Sa'labah, namanya tidak dikenal.
Tetapi ia telah meriwayatkan banyak hadis dari sahabat-sahabat Nabi Saw.
Guru kami Al-Hafiz Abul Hajjaj Al-Mazzi
mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Abdur Rahman ibnu Ishaq Al-Madani,
dari Muhammad ibnu Yazid, dari Abdullah ibnu Abu Umamah, dari ayahnya, dari
Abdullah ibnu Unais; di dalam sanadnya ditambahkan Abdullah ibnu Abu Umamah.
Menurut kami, memang demikianlah yang disebutkan
di dalam tafsir Ibnu Murdawaih dan kitab Sahih Ibnu Hibban melalui jalur Abdur
Rahman ibnu Ishaq, seperti yang dikatakan oleh guru kami.
Hadis lain dari
Abdullah ibnu Amr, disebutkan penyebab yang membuat kedua orang tua dicaci
maki.
قَالَ
ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَمْرو بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْأَوَدِيُّ،
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ مِسْعر وَسُفْيَانُ، عَنْ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ،
عَنْ حُمَيد بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو -رَفَعَهُ
سُفْيَانُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَوَقَفَهُ
مِسْعَرٌ عَلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو -قَالَ: "مِنَ الْكَبَائِرِ أَنْ
يَشْتُم الرجلُ وَالِدَيْهِ": قَالُوا: وَكَيْفَ يَشْتُمُ الرَّجُلُ
وَالِدَيْهِ؟ قَالَ: "يَسُبُّ الرجلُ أَبَا الرَّجُلِ فيسبَّ أَبَاهُ،
ويسُبُّ أمَّه فيسب أمه"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Amr ibnu Abdullah Al-Audi, telah menceritakan kepada kami Waki',
dari Mis'ar dan Sufyan, dari Sa'd ibnu Ibrahim, dari Humaid ibnu Abdur Rahman,
dari Abdullah ibnu Amr; Sufyan me-rafa'-kannya sampai kepada Nabi Saw.,
sedangkan Mis'ar me-mauquf-kannya hanya sampai pada Abdullah ibnu Amr,
bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: "Termasuk dosa besar ialah bila
seseorang mencaci kedua orang tuanya." Mereka (para sahabat) bertanya,
"Bagaimanakah seorang anak dapat mencaci kedua orang tuanya?" Nabi
Saw. bersabda, "Dia mencaci ayah orang lain, maka orang lain membalas
mencaci ayahnya. Dan dia mencaci ibu orang lain, maka orang lain membalas
mencaci ibunya."
Imam Bukhari mengetengahkannya dari Ahmad ibnu
Yunus, dari Ibrahim ibnu Sa'd ibnu Ibrahim ibnu Abdur Rahman ibnu Auf, dari
ayahnya, dari pamannya (Humaid ibnu Abdur Rahman ibnu Auf), dari Abdullah ibnu
Amr yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إن مِنْ أَكْبَرِ الْكَبَائِرِ أَنْ يَلْعَن الرجلُ
وَالِدَيْهِ". قَالُوا: وكيفَ يَلْعَنُ الرجلُ وَالِدَيْهِ؟! قَالَ:
"يَسُبُّ الرجلُ أَبَا الرَّجُلِ فيسبَّ أَبَاهُ، ويسُبُّ أمَّه فَيَسُبُّ
أُمَّهُ".
"Termasuk dosa besar bila seseorang
melaknat kedua orang tuanya." Mereka bertanya, "Bagaimanakah
seseorang melaknat kedua orang tuanya?" Nabi Saw. bersabda, "Dia
mencaci ayah orang lain, maka orang lain membalas mencaci ayahnya. Dan dia
mencaci ibu orang lain, maka orang lain membalas mencaci ibunya."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim melalui
hadis Sufyan dan Syu'bah serta Yazid ibnul Had, ketiga-tiganya dari Sa'd ibnu
Ibrahim secara marfu' dengan lafaz yang semisal. Imam Turmuzi mengatakan bahwa
hadis ini sahih.
Dan di dalam kitab sahih disebutkan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«سِبَابُ
الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ، وَقِتَالُهُ كُفْرٌ»
Mencaci orang muslim adalah perbuatan fasik
dan membunuhnya adalah suatu kekufuran.
Hadis lain
mengenai hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
حَدَّثَنَا
عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ إِبْرَاهِيمَ دُحَيم، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ أَبِي
سَلَمَةَ، حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنِ الْعَلَاءِ بْنِ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مِنْ أَكْبَرِ الْكَبَائِرِ عِرْضُ الرَّجُلِ
الْمُسْلِمِ، والسَّبَّتَان والسَّبَّة"
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami
Abdur Rahman ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Dahim, telah
menceritakan kepada kami Amr ibnu Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami
Zuhair ibnu Muhammad, dari Al-Ala ibnu Abdur Rahman, dari ayahnya, dari Abu
Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Termasuk
dosa besar seseorang mencemarkan kehormatan seorang muslim dan melabraknya
dengan cacian dan makian.
Demikianlah bunyi hadis menurut riwayat ini.
Dan Imam Abu Daud meriwayatkannya di dalam
Kitabul Adab, bagian dari kitab sunnah-nya, dari Ja'far ibnu Musafir, dari Amr
ibnu Abu Salamah, dari Zuhair ibnu Muhammad, dari Al-Ala, dari ayahnya, dari
Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
«من
أَكْبَرِ الْكَبَائِرِ اسْتِطَالَةُ الْمَرْءِ فِي عِرْضِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ
بِغَيْرِ حَقٍّ، وَمِنَ الْكَبَائِرِ السَّبَّتَانِ بِالسَّبَّةِ»
Termasuk dosa besar ialah berlaku
sewenang-wenang terhadap kehormatan diri seorang lelaki muslim tanpa hak, dan
termasuk dosa besar mencaci makinya.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih
melalui jalur Abdullah ibnul Ala ibnu Zaid, dari Al-Ala (ayahnya), dari Abu
Hurairah, dari Nabi Saw., lalu ia menyebutkan hadis yang semisal.
Hadis lain menyebutkan
perihal menjamak dua salat tanpa uzur.
حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا نُعَيم
بْنُ حَمَّادٍ، حَدَّثَنَا مُعْتَمِر بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ حَنَش
عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ جَمَعَ بَيْنَ الصَّلاتين مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ، فَقَدْ
أَتَى بَابًا مِنْ أَبْوَابِ الْكَبَائِرِ".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Na'im ibnu Hammad, telah
menceritakan kepada kami Mu'tamir ibnu Sulaiman, dari ayahnya, dari Hanasy,
dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Barang
siapa menjamakkan di antara dua salat tanpa uzur, maka sesungguhnya ia telah
mendatangi suatu pintu dari pintu-pintu dosa besar.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Abu Isa
At-Turmuzi, dari Abu Salamah Yahya ibnu Khalaf, dari Al-Mu'tamir ibnu Sulaiman
dengan lafaz yang semisal. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa Hanasy nama
julukannya ialah Abu Ali Ar-Rahbi yang juga dikenal dengan nama Husain ibnu
Qais; dia orangnya daif menurut kalangan ahli hadis, dan Imam Ahmad
serta lain-lainnya menilainya daif.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan
kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad As-Sabbah, telah menceritakan kepada kami
Ismail ibnu Ulayyah, dari Khalid Al-Hazza, dari Humaid ibnu Hilal, dari Abu
Qatadah (yakni Al-Adawi) yang menceritakan, "Pernah dibacakan kepada kami
surat Khalifah Umar yang isinya menyebutkan bahwa termasuk dosa besar ialah
menggabungkan di antara dua salat —yakni tanpa uzur—, lari dari medan perang,
dan merampok." Sanad asar ini sahih.
Tujuannya ialah apabila ancaman ini ditujukan
kepada orang yang menggabungkan antara dua salat, seperti salat Lohor dengan
salat Asar, baik jamak taqdim ataupun jamak takhir; demikian pula halnya orang
yang menjamakkan antara salat Magrib dan salat Isya. Perihalnya sama dengan
jamak karena penyebab yang diakui oleh syariat. Barang siapa yang melakukannya
tanpa sesuatu pun dari uzur-uzur tersebut (yang disebut di dalam bab
persyaratan membolehkan jamak), berarti dia melakukan suatu dosa yang besar,
terlebih lagi bagi orang yang meninggalkan salat secara keseluruhan. Karena
itu, diriwayatkan di dalam kitab Sahih Muslim sebuah hadis dari Rasulullah Saw.
yang telah bersabda:
«بَيْنَ
الْعَبْدِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ تَرْكُ الصلاة»
Antara seorang hamba dan kemusyrikan ialah
meninggalkan salat.
Di dalam kitab sunan disebutkan sebuah hadis
marfu' yang mengatakan sebagai berikut:
«الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ
الصَّلَاةُ، من تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ»
Janji antara Kami dan mereka adalah salat;
barang siapa yang meninggalkannya, berarti ia telah kafir.
Rasulullah Saw. telah bersabda pula:
«مَنْ تَرَكَ صَلَاةَ الْعَصْرِ فَقَدْ
حَبِطَ عَمَلُهُ»
Barang siapa yang meninggalkan salat Asar,
maka sesungguhnya amalnya telah dihapuskan.
«مَنْ فَاتَتْهُ صَلَاةُ
الْعَصْرِ فَكَأَنَّمَا وَتِرَ أَهْلَهُ وَمَالَهُ»
Barang siapa yang meninggalkan salat Asar,
maka seakan-akan ia ditinggalkan oleh keluarga dan harta bendanya.
Hadis lain
menyebutkan putus asa dari rahmat Allah dan merasa aman dari Azab Allah.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ أَبِي عَاصِمٍ النَّبِيلُ، حَدَّثَنَا
أَبِي، حَدَّثَنَا شَبِيب بْنُ بِشْر، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ؛
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ مُتَّكِئًا
فَدَخَلَ عَلَيْهِ رَجُلٌ فَقَالَ: مَا الْكَبَائِرُ؟ فَقَالَ: "الشِّرْكُ
بِاللَّهِ، وَالْيَأْسُ مِنْ رَوْح اللَّهِ، والقُنوط مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ،
وَالْأَمْنُ مِنْ مَكْرِ اللَّهِ، وَهَذَا أَكْبَرُ الْكَبَائِرِ".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Ahmad ibnu Amr ibnu Abu Asim An-Nabil, telah menceritakan kepada
kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Syabib ibnu Bisyr, dari Ikrimah,
dari Ibnu Abbas, bahwa ketika Rasulullah Saw. sedang duduk bersandar, masuklah
seorang lelaki dan bertanya, "Apa sajakah dosa-dosa besar itu?"
Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Mempersekutukan Allah, ingkar
kepada nikmat Allah, dan putus harapan dari rahmat Allah Swt. serta merasa aman
dari siksa (pembalasan) Allah, hal ini merupakan dosa yang paling besar.
Imam Al-Bazzar meriwayatkannya dari Abdullah ibnu
Ishaq Al-Attar, dari Abu Asim An-Nabil, dari Syabib ibnu Bisyr, dari Ikrimah,
dari Ibnu Abbas, bahwa seorang lelaki pernah bertanya, "Wahai Rasulullah,
apa sajakah dosa-dosa besar itu?" Rasulullah Saw. menjawab:
«الْإِشْرَاكُ
بِاللَّهِ وَالْيَأْسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ، وَالْقُنُوطُ مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ
عَزَّ وَجَلَّ»
Mempersekutukan Allah, ingkar kepada nikmat
Allah, dan putus asa dari rahmat Allah Swt.
Akan tetapi, hadis ini di dalam sanadnya masih
ada hal yang perlu dipertimbangkan. Hal yang lebih dekat kepada kebenaran bila
menilai hadis ini sebagai hadis mauquf (hanya sampai pada Ibnu Abbas), karena
sesungguhnya diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud hal yang semisal (yakni mauquf).
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي
يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا هُشَيم، أَخْبَرَنَا مُطَرِّفٌ، عَنْ
وَبْرة بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِي الطُّفَيْلِ قَالَ: قَالَ ابْنُ
مَسْعُودٍ: أَكْبَرُ الْكَبَائِرِ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَالْإِيَاسُ مِنْ رَوْح
اللَّهِ، والقُنوط مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ، وَالْأَمْنُ مِنْ مَكْرِ اللَّهِ.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Ya'qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah
menceritakan kepada kami Mutarrif, dari Wabrah ibnu Abdur Rahman, dari Abut
Tufail yang menceritakan bahwa Ibnu Mas'ud r.a. pernah berkata: Dosa yang
paling besar ialah mempersekutukan Allah, ingkar kepada nikmat Allah, dan putus
asa dari rahmat Allah Swt. serta merasa aman dari pembalasan Allah.
Hal yang sama diriwayatkan melalui hadis
Al-A'masy dan Abu Ishaq, dari Wabrah, dari Abut Tufail, dari Abdullah ibnu
Mas'ud dengan lafaz yang sama.
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan pula melalui
berbagai jalur dari Abut Tufail dari Ibnu Mas'ud, asar ini tidak diragukan lagi
sahih sampai kepada Ibnu Mas'ud.
Hadis lain, di
dalamnya disebutkan buruk sangka kepada Allah.
قَالَ
ابْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ بُنْدار،
حَدَّثَنَا أَبُو حَاتِمٍ بَكْرُ بْنُ عَبْدَانَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
مُهَاجِرٍ حَدَّثَنَا أَبُو حُذَيْفَةَ الْبُخَارِيُّ، عَنْ مُحَمَّدُ بْنُ
عَجْلَانَ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ:] قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ["أَكْبَرُ الْكَبَائِرِ سُوءُ الظَّنِّ بِاللَّهِ عَزَّ
وَجَلَّ".
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Ibrahim ibnu Bandar, telah menceritakan kepada kami
Abu Hatim (yaitu Bakr ibnu Abdan), telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Muhajir, telah menceritakan kepada kami Abu Huzaifah Al-Bukhari, dari Muhammad
ibnu Ajlan, dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa ia pernah mengatakan: Termasuk
dosa besar ialah berburuk sangka terhadap Allah Swt.
hadis ini garib sekali.
Hadis lain, di
dalamnya disebutkan kembali ke perkampungan sesudah hijrah.
Dalam pembahasan yang lalu disebutkan melalui
riwayat Umar ibnu Abu Salamah, dari ayahnya, dari Abu Hurairah secara marfu'.
قَالَ أَبُو بَكْرِ بْنُ مرْدويه:
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ أحمد، حدثنا أحمد بن رشدين، حَدَّثَنَا عَمْرو بْنُ
خَالِدٍ الْحَرَّانَيُّ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي
حَبِيبٍ، عَنْ محمد بن سهل ابن أَبِي حَثْمة عَنْ أَبِيهِ قَالَ: سَمِعْتُ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "الْكَبَائِرُ
سَبْعٌ، أَلَا تَسْأَلُونِي عَنْهُنَّ؟ الشِّركُ بِاللَّهِ، وقَتْلُ النفْسِ،
والفِرارُ يَوْمَ الزَّحْفِ، وأكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ، وَأَكْلُ الرِّبَا، وقَذْفُ
المحصَنَة، وَالتَّعَرُّبُ بَعْدَ الْهِجْرَةِ".
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Sulaiman ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu
Rasyidin, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Khalid Al-Har-rani, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, dari Ziyad ibnu Abu Habib, dari
Muhammad ibnu Sahl ibnu Abu Khaisamah, dari ayahnya yang menceritakan bahwa ia
pernah mendengar Nabi Saw. pernah bersabda: Dosa besar itu ada tujuh macam,
mengapa kalian tidak menanyakannya kepadaku? Yaitu mempersekutukan Allah,
membunuh jiwa, lari dari medan perang, memakan harta anak yatim, memakan riba,
menuduh berzina wanita yang terpelihara kehormatannya, dan kembali ke
perkampungan sesudah hijrah.
Tetapi di dalam sanadnya masih ada hal yang perlu
dipertimbangkan. Menilai marfu' hadis ini keliru sekali.
Hal yang benar ialah apa yang diriwayatkan oleh
Ibnu Jarir, yaitu telah menceritakan kepada kami Tamim ibnu Muntasir, telah
menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Ishaq, dari Muhammad ibnu Sahl ibnu Abu Khaisamah, dari ayahnya yang
menceritakan, "Sesungguhnya aku pernah berada di dalam masjid ini, yakni
masjid Kufah. Ketika itu Khalifah Ali r.a. sedang berkhotbah kepada orang-orang
di atas mimbarnya seraya berkata, 'Hai manusia sekalian, dosa besar itu ada
tujuh macam.' Maka semua orang tunduk terdiam, dan Ali mengulangi ucapannya itu
tiga kali, lalu berkata, 'Mengapa kalian tidak mau bertanya kepadaku tentang
dosa-dosa besar itu?' Mereka menjawab, "Wahai Amirul Muminin, apa sajakah
dosa-dosa besar itu?" Khalifah Ali r.a. menjawab, 'Mempersekutukan Allah,
membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah, menuduh berzina wanita yang
terpelihara kehormatannya, memakan harta anak yatim, memakan riba, lari dari
medan perang (jihad), dan kembali ke perkampungan sesudah hijrah.' Maka aku
(Muhammad ibnu Sahl) bertanya kepada ayahku, 'Hai ayahku, mengapa kembali ke
perkampungan dimasukkan ke dalam bab ini?' Ayahku menjawab, 'Hai anakku, tiada
dosa yang lebih besar daripada seseorang yang melakukan hijrah, hingga setelah
ia mendapat bagian dari harta fai' dan diwajibkan atas dirinya melakukan jihad,
kemudian ia melepaskan diri dari tanggung jawab tersebut dan kembali ke
perkampungan Badui seperti keadaan semula'."
Hadis lain
diriwayatkan oleh Imam Ahmad,
حَدَّثَنَا هَاشِمُ، حَدَّثَنَا
أَبُو مُعَاوِيَةَ -يَعْنِي شَيْبَانَ-عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ هِلَالِ بْنِ يسَاف، عَنْ
سَلَمَةَ بْنِ قَيْسٍ الْأَشْجَعِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ: "أَلَا إِنَّمَا هُنَّ أَرْبَعٌ:
أَلَّا تُشْرِكُوا بِاللَّهِ شَيْئًا، وَلَا تَقْتُلُوا النفْسَ الَّتِي حَرَّمَ
اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ، وَلَا تَزْنُوا، وَلَا تَسْرِقُوا". قَالَ: فَمَا
أَنَا بِأَشَحَّ عَلَيْهِنَّ مِنِّي، إِذْ سَمِعْتُهُنَّ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah
menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah (yakni Sinan), dari Mansur, dari Hilal
ibnu Yusaf, dari Salamah ibnu Qais Al-Asyja'i yang mengatakan bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda dalam haji wada'-nya: Ingatlah, sesungguhnya dosa
besar itu ada empat: Janganlah kalian mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun,
janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah membunuhnya kecuali
dengan alasan yang hak, janganlah kalian berzina, dan janganlah kalian mencuri.
Salamah ibnu Qais Al-Asyja'i mengatakan, "Setelah aku mendengar hal ini
dari Rasulullah Saw., maka aku tidak segan-segan menceritakannya (kepada orang
yang belum pernah mendengarnya)."
Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya pula hal yang
semisal dengan hadis di atas, juga Imam Nasai serta Ibnu Murdawaih melalui
hadis Mansur berikut sanadnya.
Hadis lain, dalam pembahasan yang terdahulu telah
diutarakan sebuah hadis melalui riwayat Umar ibnul Mugirah, dari Daud ibnu Abu
Hindun, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
«الْإِضْرَارُ
فِي الْوَصِيَّةِ مِنَ الْكَبَائِرِ»
Menimpakan mudarat (terhadap ahli waris) dalam
berwasiat merupakan dosa besar.
Tetapi yang sahih ialah yang diriwayatkan oleh
selain Umar ibnul Mugirah, dari Daud, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas. Ibnu Abu
Hatim mengatakan bahwa menurut pendapat yang sahih, riwayat ini berasal dari
Ibnu Abbas dan merupakan perkataannya.
Hadis lain
mengenai hal ini.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman, telah
menceritakan kepada kami Abbad ibnu Abbad, dari Ja'far ibnuz-Zubair, dari
Al-Qasim, dari Abu Umamah, bahwa ada sejumlah orang dari kalangan sahabat Nabi
Saw. sedang berbincang-bincang mengenai dosa-dosa besar; saat itu Nabi Saw.
sedang duduk bersandar. Mereka mengatakan, "Dosa-dosa besar itu ialah
mempersekutukan Allah, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang,
menuduh berzina wanita yang terpelihara kehormatannya; menyakiti kedua orang
tua, kesaksian palsu, penggelapan (korupsi), sihir, dan memakan riba."
Maka Rasulullah Saw. bersabda:
«فَأَيْنَ
تَجْعَلُونَ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمانِهِمْ ثَمَناً
قَلِيلًا»
Lalu di manakah kalian tempatkan apa yang
disebutkan di dalam firman-Nya, "Orang-orang yang menukar janji Allah
dan sumpah mereka dengan harga yang sedikit"?
Akan tetapi, di dalam sanadnya terkandung
kelemahan.
Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan asar
yang diriwayatkan dari Umar dan Ali yang terkandung di dalam hadis-hadis
mengenai masalah ini.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan
kepadaku Ya'qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, dari
Ibnu Aun, dari Al-Hasan, bahwa sejumlah orang pernah bertanya kepada Abdullah
ibnu Amr di Mesir. Untuk itu mereka berkata, "Kami melihat banyak hal di
dalam Kitabullah yang memerintahkan agar diamalkan, tetapi ternyata tidak
diamalkan. Maka kami bermaksud untuk menjumpai Amirul Mukminin sehubungan
dengan masalah ini." Maka Abdullah ibnu Amr datang bersama mereka (ke
Madinah), lalu langsung menghadap Khalifah Umar r.a. Khalifah Umar bertanya,
"Kapankah kamu tiba?" Abdullah ibnu Amr menjawab, "Sejak hari
anu." Khalifah Umar bertanya, "Apakah kamu datang dengan membawa
izin?" Abdullah ibnu Amr mengatakan, "Aku tidak mengetahui jawaban
apakah yang akan kukemukakan kepadanya." Akhirnya Abdullah ibnu Amr
berkata, "Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya orang-orang menjumpaiku di
Mesir, lalu mereka mengatakan, 'Sesungguhnya kami melihat banyak hal di dalam
Kitabullah yang memerintahkan untuk diamalkan, tetapi tidak diamalkan,' Lalu
mereka menginginkan menghadap kepadamu untuk menanyakan hal tersebut."
Khalifah Umar berkata, "Kumpulkanlah mereka kepadaku." Abdullah ibnu
Amr mengatakan, "Maka aku mengumpulkan mereka kepadanya." Ibnu Aun
(perawi) mengatakan, "Menurut keyakinanku Al-Hasan mengatakan, 'Kumpulkanlah
mereka di serambi'." Lalu Khalifah Umar memanggil seorang lelaki yang
paling dekat dengannya dari mereka dan bertanya, "Aku meminta jawabanmu
yang jujur, demi Allah dan demi hak Islam atas dirimu, apakah kamu telah
membaca Al-Qur'an semuanya?" Lelaki itu menjawab, "Ya." Umar
bertanya, "Apakah kamu telah mengamalkannya dalam dirimu?" Lelaki itu
menjawab, "Ya Allah, belum." Al-Hasan mengatakan, seandainya lelaki
itu mengatakan, "Ya," niscaya Khalifah Umar mendebatnya. Umar
bertanya, "Apakah engkau telah mengamalkannya pada penglihatanmu? Apakah
engkau telah mengamalkannya pada ucapanmu? Apakah engkau telah mengamalkannya
pada jejak-jejakmu (anak cucumu)?" Kemudian Khalifah Umar menanyai mereka
satu persatu hingga sampai pada orang yang terakhir. Lalu Khalifah Umar
berkata, "Celakalah Umar, apakah kalian membebaninya agar dia menegakkan
semua orang untuk mengamalkan semua yang ada di dalam Kitabullah, padahal Allah
telah mengetahui bahwa kita pasti akan melakukan keburukan-keburukan
(dosa-dosa)?" Al-Hasan melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu Khalifah
Umar membacakan firman-Nya: Jika kalian menjauhi dosa-dosa besar di
antara dosa-dosa yang dilarang kalian mengerjakannya, niscaya Kami hapus
kesalahan-kesalahan kalian (dosa-dosa kalian yang kecil). (An-Nisa: 31),
hingga akhir ayat. Kemudian Khalifah Umar bertanya, "Apakah penduduk
Madinah mengetahui?" Atau ia mengatakan, "Apakah ada seseorang yang
mengetahui apa yang menyebabkan kalian datang ke sini?" Mereka menjawab,
"Tidak ada." Khalifah Umar berkata, "Seandainya mereka (penduduk
atau ulama Madinah) mengetahui, niscaya aku beri mereka nasihat dengan masalah
kalian ini."
Sanad asar ini sahih dan matannya hasan.
Sekalipun dalam riwayat Al-Hasan dari Umar terdapat inqitha, tetapi
karena mengingat terkenalnya asar ini, maka ketenarannya sudah cukup dijadikan
sebagai jaminan.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad (yakni
Az-Zubairi), telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Saleh, dari Usman ibnul
Mugirah, dari Malik ibnu Jarir, dari Ali r.a. yang mengatakan, "Dosa-dosa
besar ialah mempersekutukan Allah, membunuh jiwa, memakan harta anak yatim,
menuduh berzina wanita yang terpelihara kehormatannya, lari dari medan perang,
kembali ke kampung sesudah hijrah, sihir, menyakiti kedua orang tua, memakan
riba, memisahkan diri dari jamaah, dan melanggar perjanjian."
Dalam pembahasan yang lalu disebutkan dari Ibnu
Mas'ud, bahwa ia pernah mengatakan, "Dosa yang paling besar ialah
mempersekutukan Allah, ingkar terhadap nikmat Allah, putus asa dari rahmat
Allah, dan merasa aman dari pembalasan Allah Swt."
Ibnu Jarir meriwayatkan melalui hadis Al-A'masy
ibnu Abud-Duha, dari Masruq dan Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Alqamah; keduanya
(yakni Masruq dan Alqamah) dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa dosa-dosa
besar disebutkan mulai dari awal surat An-Nisa sampai ayat tiga puluh.
Juga darinya disebutkan oleh hadis Sufyan
As-Sauri dan Syu'bah, dari Asim ibnu Abun Nujud, dari Zur ibnu Hubaisy, dari
Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa dosa-dosa yang paling besar disebutkan pada
permulaan surat An-Nisa sampai tiga puluh ayat. Kemudian ia membacakan
firman-Nya: Jika kalian menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang
dilarang kalian mengerjakannya. (An-Nisa: 31), hingga akhir ayat.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Al-Munzir ibnu Syazan, telah menceritakan kepada kami Ya'la ibnu
Ubaid, telah menceritakan kepada kami Saleh ibnu Hayyan, dari Ibnu Buraidah,
dari ayahnya yang mengatakan bahwa dosa-dosa yang paling besar ialah
mempersekutukan Allah, menyakiti kedua orang tua, melarang lebihan air sesudah
pengairan dilakukan, dan mencegah pemanfaatan ternak pejantan kecuali dengan
imbalan.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah hadis
dari Nabi Saw., bahwa beliau Saw. pernah bersabda:
«لَا
يُمْنَعُ فَضْلُ الْمَاءِ لِيُمْنَعَ بِهِ الْكَلَأُ»
Kelebihan air tidak boleh ditahan dengan
maksud agar rerumputan tidak tumbuh.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan pula sebuah
hadis dari Nabi Saw., bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
«ثَلَاثَةٌ
لَا يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَا يُزَكِّيهِمْ،
وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ: رَجُلٌ عَلَى فَضْلِ مَاءٍ بِالْفَلَاةِ يَمْنَعُهُ
ابْنَ السَّبِيلِ»
Ada tiga macam orang, Allah tidak mau
memandang mereka kelak di hari kiamat dan tidak mau menyucikan mereka (dari
dosa-dosanya) serta bagi mereka siksa yang amat pedih, yaitu seorang lelaki
yang memiliki lebihan air di padang pasir, lalu ia mencegahnya dari Ibnus
Sabil. hingga akhir hadis.
Di dalam kitab Musnad Imam Ahmad disebutkan
melalui hadis Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya sebuah hadis marfu'
yang mengatakan:
«مَنْ
مَنَعَ فَضْلَ الْمَاءِ وَفَضْلَ الْكَلَأِ مَنَعَهُ اللَّهُ فَضْلَهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ»
Barang siapa yang menahan lebihan air dan
kelebihan rerumputan, niscaya Allah akan menahan kemurahan-Nya dari dia kelak
di hari kiamat.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Al-Husain ibnu Muhammad ibnu Syaiban Al-Wasiti, telah menceritakan
kepada kami Abu Ahmad, dari Sufyan, dari Al-A'masy, dari Muslim, dari Masruq,
dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa dosa-dosa besar yang dilarang kaum
wanita mengerjakannya. Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa yang dimaksud olehnya
ialah firman Allah Swt. yang mengatakan:
عَلى أَنْ لَا يُشْرِكْنَ
بِاللَّهِ شَيْئاً وَلا يَسْرِقْنَ
bahwa mereka tidak akan mempersekutukan Allah
dengan sesuatu pun, tidak mencuri. (Al-Mumtahanah: 12), hingga akhir ayat.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan
kepadaku Ya'qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah,
telah menceritakan kepada kami Ziyad ibnu Mikhraq, dari Mu'awiyah ibnu Qurrah
yang menceritakan bahwa ia pernah datang kepada sahabat Anas ibnu Malik, dan
tersebutlah bahwa termasuk di antara pembicaraan dia kepada kami ialah ia
mengatakan, "Aku belum pernah melihat anugerah yang semisal dengan apa
yang diberikan oleh Tuhan kepada kita, lalu untuk mendapatkannya tidak usah
keluar meninggalkan keluarga dan harta benda." Kemudian sahabat Anas ibnu
Malik r.a. diam sejenak, lalu berkata, "Demi Allah, kita tidak dibebani
hal tersebut, sesungguhnya Allah telah memaafkan dosa-dosa kita selain
dosa-dosa besar." Lalu ia membacakan firman-Nya: Jika kalian
menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kalian
mengerjakannya. (An-Nisa: 31), hingga akhir ayat
Ibnu Jarir meriwayatkan melalui hadis Al-Mu'tamir
ibnu Sulaiman, dari ayahnya, dari Tawus yang menceritakan bahwa mereka
membicarakan perihal dosa-dosa besar di hadapan Ibnu Abbas; mereka mengatakan
bahwa dosa-dosa besar itu ada tujuh macam. Maka Ibnu Abbas berkata bahwa
dosa-dosa besar itu lebih banyak dari tujuh macam dan tujuh macam lainnya.
Tawus mengatakan bahwa ia tidak ingat lagi berapa
banyak Ibnu Abbas menyebutkannya (yakni banyaknya macam dosa besar).
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Qubaisah, telah menceritakan
kepada kami Sufyan, dari Lais, dari Tawus yang mengatakan bahwa ia pernah
bertanya kepada Ibnu Abbas, "Apa sajakah tujuh macam dosa besar itu?"
Ibnu Abbas menjawab, "Dosa-dosa besar itu yang benar banyaknya sampai
tujuh puluh macam, paling sedikit ada tujuh macam."
Ibnu Jarir meriwayatkan asar ini dari Ibnu Humaid,
dari Lais, dari Tawus yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki datang kepada
Ibnu Abbas, lalu berkata, "Bagaimanakah pendapatmu terhadap dosa-dosa
besar yang tujuh macam yang disebutkan Allah? Apa sajakah?" Ibnu Abbas
menjawab, "Dosa-dosa besar jumlahnya mencapai tujuh puluh macam hingga
yang paling sedikit ada tujuh macam."
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Ma'mar, dari Tawus, dari ayahnya yang menceritakan bahwa pernah
ditanyakan kepada ibnu Abbas tentang tujuh macam dosa-dosa besar. Ibnu Abbas
menjawab, "Semuanya sampai tujuh puluh macam banyaknya." Hal yang
sama dikatakan oleh Abul Aliyah Ar-Rayyahi rahimahullah.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Abu Huzaifah, telah
menceritakan kepada kami Syibl, dari Qais ibnu Sa'd, dari Sa'id ibnu Jubair,
bahwa ada seorang lelaki bertanya kepada Ibnu Abbas, "Berapa macamkah
tujuh dosa besar itu?" Ibnu Abbas menjawab, "Macamnya ada sampai
tujuh puluh hingga tujuh ratus macam, yang paling ringkas adalah tujuh macam. Tetapi
tidak ada dosa besar bila disertai dengan istigfar, dan tidak ada dosa kecil
bila dibarengi dengan terus-menerus melakukannya (yakni dosa kecil bisa menjadi
dosa besar bila dilakukan terus-menerus)."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim
melalui hadis Syibl dengan lafaz yang sama.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan firman-Nya: Jika kalian menjauhi dosa-dosa besar di antara
dosa-dosa yang dilarang kalian mengerjakannya. (An-Nisa: 31) Ibnu Abbas
mengatakan bahwa dosa besar itu ialah setiap dosa yang dipastikan oleh Allah
(atas pelakunya) neraka, atau murka-Nya atau kutukan-Nya atau azab-Nya.
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Ali ibnu Harb Al-Mausuli, telah menceritakan kepada kami Ibnu
Fudail, telah menceritakan kepada kami Syabib, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas
yang mengatakan bahwa setiap dosa yang dipastikan oleh Allah neraka besar bagi
pelakunya adalah dosa besar. Hal yang sama dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair dan
Al-Hasan Al-Basri.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan
kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, telah
menceritakan kepada kami Ayyub, dari Muhammad ibnu Sirin yang menceritakan
bahwa ia mendapat berita bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan, "Setiap dosa
yang dilarang oleh Allah adalah dosa besar." Disebutkan masalah tarfah
(memandang), maka Ibnu Abbas menjawab bahwa tarfah adalah sekali pandang.
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan
kepada kami Ahmad ibnu Hazim, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah
menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ma'dan, dari Abul Walid yang mengatakan
bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas mengenai dosa-dosa besar, maka Ibnu
Abbas menjawab, "Segala sesuatu yang mendurhakai Allah adalah dosa
besar."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan
kepadaku Ya'qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, dari
Ibnu Aun, dari Muhammad yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ubaidah
tentang dosa-dosa besar. Ia menjawab bahwa dosa-dosa besar ialah
mempersekutukan Allah, membunuh jiwa yang dilarang oleh Allah membunuhnya
kecuali dengan alasan yang hak, lari dari medan perang, memakan harta anak
yatim, memakan riba, dan buhtan (kedustaan). Ibnu Ulayyah mengatakan
bahwa mereka berkata, "Kembali ke kampung sesudah hijrah." Ibnu Aun
berkata, "Aku tanyakan kepada Muhammad, bagaimanakah dengan sihir?"
Muhammad menjawab, "Sesungguhnya buhtan itu mencakup kejahatan yang
banyak."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan
kepadaku Muhammad ibnu Ubaid Al-Muharibi, telah menceritakan kepada kami Abul
Ahwas Salam ibnu Sulaim, dari Abu Ishaq, dari Ubaid ibnu Umair yang mengatakan
bahwa dosa besar itu ada tujuh macam; tidak ada suatu dosa pun darinya
melainkan disebutkan di dalam suatu ayat dari Kitabullah; antara lain ialah
mempersekutukan Allah disebutkan oleh firman-Nya:
وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ
فَكَأَنَّما خَرَّ مِنَ السَّماءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ
الرِّيحُ
Barang siapa mempersekutukan sesuatu dengan
Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit, lalu disambar oleh burung,
atau diterbangkan angin. (Al-Hajj: 31), hingga akhir ayat.
إِنَّ الَّذِينَ
يَأْكُلُونَ أَمْوالَ الْيَتامى ظُلْماً إِنَّما يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ
ناراً
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta
anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya.
(An-Nisa: 10)
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ
الرِّبا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَما يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطانُ
مِنَ الْمَسِّ
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak
dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran
(tekanan) penyakit gila. (Al-Baqarah: 275)
الَّذِينَ يَرْمُونَ
الْمُحْصَناتِ الْغافِلاتِ الْمُؤْمِناتِ
Sesungguhnya orang-orang yang menuduh
wanita-wanita yang baik-baik yang lengah lagi beriman (berbuat zina).
(An-Nur: 23)
Mengenai lari dari medan perang sabilillah
disebutkan oleh firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا إِذا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا زَحْفاً
Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian
bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerang kalian.
(Al-Anfal: 15), hingga akhir ayat.
Mengenai kembali ke kampung sesudah hijrah
disebutkan di dalam firman-Nya:
إِنَّ الَّذِينَ ارْتَدُّوا
عَلى أَدْبارِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْهُدَى
Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke
belakang (kepada kekafiran) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka. (Muhammad:
25)
Mengenai membunuh orang mukmin disebutkan di
dalam firman-Nya:
وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِناً
مُتَعَمِّداً فَجَزاؤُهُ جَهَنَّمُ خالِداً فِيها
Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin
dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, ia kekal di dalamnya.
(An-Nisa: 93)
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim
pula melalui hadis Abu Ishaq, dari Ubaid ibnu Umair dengan lafaz yang semisal.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Abu Huzaifah, telah
menceritakan kepada kami Syibl, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Ata ibnu Abu Rabah
yang mengatakan bahwa dosa-dosa besar itu ada tujuh macam, yaitu membunuh jiwa,
memakan harta anak yatim, memakan riba, menuduh berzina wanita yang terpelihara
kehormatannya, kesaksian palsu, menyakiti kedua orang tua, dan lari dari medan
perang.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Abu Syaibah,
telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Mugirah yang mengatakan bahwa dahulu
sering dikatakan, mencaci maki Abu Bakar dan Umar r.a. termasuk dosa besar.
Menurut kami, sesungguhnya ada segolongan
ulama berpendapat bahwa orang yang mencaci sahabat dihukumi kafir. Pendapat
ini merupakan suatu riwayat yang bersumber dari Malik ibnu Anas rahimahullah..
Muhammad ibnu Sirin mengatakan, "Aku tidak
menduga seseorang mencintai Rasulullah Saw. bila ia membenci Abu bakar dan
Umar." Diriwayatkan oleh Imam Tirmizi.
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah
menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah
menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Iyasy yang menceritakan bahwa Zaid ibnu
Aslam mengatakan sehubungan dengan firman Allah Swt.: Jika kalian menjauhi
dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kalian mengerjakannya.
(An-Nisa: 31) Bahwa termasuk di antara dosa besar ialah mempersekutukan Allah,
ingkar terhadap ayat-ayat Allah dan rasul-rasul-Nya, melakukan sihir, membunuh
anak-anak, dan orang yang mengatakan bahwa Allah mempunyai anak atau istri, dan
semua amal perbuatan serta ucapan yang semisal dengan hal tersebut yang tiada
suatu amal pun dapat diterima bila dibarengi dengannya.
Setiap dosa yang tidak membahayakan agama dan
amal kebaikan dapat diterima, sekalipun ada bersamanya. Maka sesungguhnya Allah
mengampuni dosa-dosa (kecil) itu dengan amal-amal kebaikan.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Bisyr ibnu Mu'az, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan
kepada kami Sa'id, dari Qatadah sehubungan dengan firman-Nya: Jika kalian
menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kalian mengerjakannya.
(An-Nisa: 31), hingga akhir ayat. Sesungguhnya Allah telah menjanjikan ampunan
bagi orang yang menjauhi dosa-dosa besar. Qatadah menceritakan kepada kami
bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
"اجْتَنِبُوا الْكَبائر، وسَدِّدُوا، وأبْشِرُوا"
Jauhilah dosa-dosa besar, berjalan luruslah
kalian, dan bergembiralah kalian.
Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui berbagai
jalur dari Anas dan dari Jabir sebuah hadis yang marfu', yaitu:
«شَفَاعَتِي
لِأَهْلِ الْكَبَائِرِ مِنْ أُمَّتِي»
Syafaatku bagi orang-orang yang melakukan
dosa-dosa besar dari kalangan umatku.
Akan tetapi, sanad hadis ini dari semua jalur
periwayatannya mengandung ke-daif-an, kecuali apa yang diriwayatkan oleh Abdur
Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Sabit, dari Anas yang
menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«شَفَاعَتِي
لِأَهْلِ الْكَبَائِرِ مِنْ أُمَّتِي»
Syafaatku buat orang-orang yang berdosa besar
dari umatku.
Sesungguhnya sanad hadis ini sahih dengan syarat
Syaikhain. Abu Isa At-Turmuzi meriwayatkannya secara munfarid dengan lafaz yang
sama dari segi ini melalui Abbas Al-Anbari dari Abdur Razzaq. Kemudian ia
mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
Di dalam kitab sahih terdapat hadis yang
membenarkan maknanya, yaitu sabda Nabi Saw. sesudah menuturkan tentang syafaat:
"أترَوْنَها لِلْمُؤْمِنِينَ المتقين؟
لا ولكنها للخاطئين المُتَلَوِّثِينَ".
Tentu kalian memandangnya buat orang-orang
mukmin yang bertakwa? Tidak, melainkan syafaat itu buat orang-orang yang
bersalah lagi berlumuran dengan dosa.
Ulama usul dan ulama furu' berbeda pendapat
mengenai definisi dosa besar. Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa dosa
besar ialah suatu tindakan kriminal yang ada sanksi hukuman hadnya dalam
syariat. Ada pula yang mengatakan bahwa dosa besar ialah suatu hal yang ada
ancaman khusus mengenainya dari Al-Qur'an dan sunnah. Pendapat yang lain
mengatakan selain itu.
Abul Qasim (yaitu Abdul Karim ibnu Muhammad
Ar-Rafi'i) mengatakan di dalam kitabnya yang terkenal, yaitu Syarhul Kabir,
dalam bagian "Kitabusy Syahadat". Selanjutnya para sahabat
radiyallahu anhum dan generasi yang sesudah mereka berbeda pendapat mengenai
definisi dosa besar dan perbedaan antara dosa besar dengan dosa kecil. Sebagian
kalangan sahabat ada yang menginterpretasikan dosa besar ditinjau dari berbagai
segi berikut:
· Pertama,
perbuatan tersebut merupakan maksiat yang mewajibkan pelakunya terkena hukuman
had.
· Kedua,
perbuatan maksiat yang mengakibatkan pelakunya terkena ancaman yang keras oleh
nas Al-Qur'an atau hadis. Pendapat inilah yang banyak dikatakan di kalangan
mereka. Pendapat yang pertama lebih disukai, tetapi pendapat yang kedua lebih
sesuai berdasarkan keterangan yang mereka kemukakan dalam menafsirkan
pengertian dosa besar.
· Ketiga,
Imam Haramain mengatakan di dalam kitab Al-Irsyad —juga selain dia— bahwa
setiap tindak pidana yang menunjukkan pelakunya tidak mengindahkan agama dan
bahwa agamanya sangat tipis, maka hal tersebut membatalkan predikat 'adalah-nya.
· Keempat,
Al-Qadi Abu Sa'id Al-Harawi mengatakan bahwa dosa besar itu ialah setiap perbuatan
yang pengharamannya dinaskan oleh Kitabullah, dan setiap perbuatan maksiat yang
mengharuskan pelakunya terkena hukuman had, seperti perbuatan membunuh atau
lain-lainnya; meninggalkan setiap perkara fardu yang diperintahkan agar
dikerjakan dengan segera; dan berdusta dalam kesaksian, periwayatan, dan
sumpah.
Demikianlah menurut apa yang dikatakan mereka
secara ringkas. Kemudian Abu Sa'id Al-Harawi mengatakan bahwa Al-Qadi
Ar-Rauyani merincikannya. Untuk itu ia mengatakan bahwa dosa besar itu ada
tujuh macam, yaitu: Membunuh jiwa tanpa alasan yang dibenarkan, berzina, liwat
(hubungan sejenis), meminum khamr, mencuri, merampas harta orang lain, dan
menuduh orang lain berzina. Ia menambahkan dalam kitab Asy-Syamil-nya di
samping yang tujuh macam tadi, yaitu kesaksian palsu.
Penulis kitab Al-Uddah menambahkan selain
dari semuanya itu hal-hal berikut, yaitu: Memakan riba, berbuka di siang hari
Ramadan tanpa uzur, sumpah dusta, memutuskan silaturahmi, menyakiti kedua orang
tua, lari dari medan perang, memakan harta anak yatim, khianat (curang) dalam
melakukan takaran dan timbangan, mendahulukan salat atas waktunya, mengakhirkan
salat dari waktunya tanpa uzur, memukul orang muslim tanpa alasan yang hak,
dusta terhadap Rasulullah Saw. dengan sengaja, mencaci sahabat-sahabat Rasul
Saw., menyembunyikan kesaksian tanpa uzur, menerima risywah (suap),
menjadi germo, menjilat sultan, tidak membayar zakat, meninggalkan amar makruf
dan nahi munkar, padahal mampu melakukannya, melupakan Al-Qur'an sesudah
mempelajarinya, membakar hewan dengan api, wanita menolak ajakan suaminya tanpa
sebab, putus asa dari rahmat Allah, merasa aman dari pembalasan Allah; dan
menurut pendapat yang lain, termasuk dosa besar menjatuhkan martabat ahlul ilmi
dan orang-orang yang hafal Al-Qur'an.
Termasuk dosa besar lagi ialah melakukan zihar
dan memakan daging babi serta bangkai, kecuali dalam keadaan darurat.
Imam Rafi'i selanjutnya mengatakan, "Tetapi
pada' sebagian dari hal-hal yang disebutkan di atas masih ada yang masih
memerlukan pembahasan lebih lanjut."
Menurut kami, banyak ulama menulis tentang
dosa-dosa besar ini ke dalam berbagai karya tulis; antara lain ialah apa yang
dihimpun oleh guru kami Al-Hafiz Abu Abdullah Az-Zahabi yang bilangannya sampai
tujuh puluh macam dosa besar.
Apabila dikatakan bahwa sesungguhnya dosa besar
itu ialah hal-hal yang pelakunya diancam secara khusus oleh pen-tasyri' akan
masuk neraka, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abbas dan lain-lainnya, maka hal
yang diikutkan kepada pengertian ini akan terhimpun banyak macam dosa besar.
Jika dikatakan bahwa dosa besar adalah semua yang
dilarang Allah, maka aneka ragam dosa besar menjadi lebih banyak lagi
bilangannya. (Tafsir Ibn Katsir)